Rabu, 14 April 2010

Kitab Tanqih al-Qawl

A. IDENTITAS KITAB
Kitab Tanqih al-Qawl al-Hathith fi Sharh Lubab al-Hadith adalah sebuah kitab karya al-Shaykh Muhammad Nawawi bin Umar al-Bantani al-Jawi. Kitab ini merupakan sharh dari kitab Lubab al-Hathith karya al-Hafiz Jalal ad-Din Abd al-Rahman Ibn Abi Bakar as-Suyuti (849-911 H).
Kitab Tanqih al-Qawl al-Hathith fi Sharh Lubab al-Hadith ini diterbitkan oleh penerbit Maktabah Dari Ihya’ al-Kutub al-Arabiyyah Indonesia dengan jumlah halaman sebanyak 64 halaman, dan dengan susunan kitab matan (kitab Lubab al-Hadith) berada dipinggir halaman, dan kitab sharh (Tanqih al-Qawl al-Hathith ) berada ditengah halaman.

B. BIOGRAFI PENULIS KITAB
Nama lengkap Syaykh Nawawi adalah Abu Abd Allah al-Mu’thi Muhammad Nawawi bin Umar al-Tanari al-Jawi. Lahir didesa tanara , kecamatan Tirtayangasa , Serang, Banten, Jawa Barat, tahun 1813 M.
Sejak kecil, Syaykh Nawawi diarahkan oleh ayahnya, KH Umar bin Arabi menjadi seorang ulama. Setelah mendidik langsung putranya, KH. Umar yang sehari-harinya menjadi penghulu kecamatan Tanara mengarahkan Nawawi kepada KH. Sahal (ulama terkenal di Banten). Usai dari Banten, Nawawi melanjutkan pendidikanyya kepada ulama besar Purwakarta, K. Yusuf.
Ketika berusia lima belas tahun bersama kedua orang saudaranya, Nawawi pergi ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji. Tapi, setelah musim haji selesai, Ia tidak langsung kembali ketanah air. Dorongan menuntut ilmu menyebabkan ia bertahan di Kota Suci Makkah untuk menimba ilmu kepada ulama-ulama besar seperti Syaykh Ahmad Khatib Sambas (imam Masjidil Haram), Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni, Syaykh Nahrawi, Syaykh Ahmad Dimyati, Ahmad Zaini Dahlan, Muhammad Khatib Hambali, dan Syaykh Abdul Hamid Daghestani.
Tiga tahun lamanya ia menggali ilmu dari ulama-ulama Makkah. Setelah merasa bekal ilmunya cukup, segeralah ia kembali ketanah air. Ia lalu mengajar dipesantren ayahnya. Namun, kondisi tanah air agaknya tidak menguntungkan pengembangan ilmunya. Saat itu, hampir semua ulama Islam mendapat tekanan dari penjajah Belanda. Keadaan itu tidak menyenangkan hati Nawawi. Lagi pula, keinginanyya menuntut ilmu begitu berkobar. Akhirnya, kembalilah Nawawi ketanah Suci.
Kecerdasan dan ketekunannya menjadikan ia salah satu murid yang terpandang di Masjidil Haram. Ketika Syaykh Ahmad Khatib Sambas udzur menjadi imam masjidil Haram, Nawawi ditunjuk menggantikannya. Sejak saat itulah ia menjadi imam Masjidil Haram dengan panggilan Syaykh Nawawi al-Jawi. Selain menjadi imam, ia juga mengajar dan menyelenggarakan halaqah (diskusi ilmiah) bagi murid-muridnya yang datang dari berbagai belahan dunia.
Diantara muridnya yang berasal dari Indonesia adalah KH. Kholil madura, KH. Asnawi Kudus, K.H. Tubagus Bakri, K.H. Arsyangad Thawil dari Banten dan K.H. Hasyim Asy’ari dari Jombang. Mereka inilah yang kemudian hari menjadi ulama-ulama terkenal ditanah air.
Sejak 15 tahun sebelum wafatnya, Syaykh Nawawi sangat giat dalam menulis buku. Akibatnya, ia tidak memiliki waktu lagi untuk mengajar. Ia termasuk penulis yang produktif dalam melahirkan kitab-kitab mengenai berbagai persoalan agama. Diantara karya-karya beliau adalah: Tafsir Marah Labid, Atsimar al-Yaniah fi al-Riyadoh al-Badiah, Fath al-Majid Sharh al-durr al-Farid fi ‘Aqaid Ahl al-Tauhid, Mirqad Su’ud al-Tasdiq fi Sharh Sullam al-Tawfiq, Nasa’ih al-Ibad, Nur al-Zulam, Qami’ al-Tughyan, Tanqih al-Qawl, Qatr al-Ghayth, Madarij al-Su’ud, tafsir al-Munir, Sullam al-Munajah, Nihayah al-Zain, Salalim al-Fudola’, Bidayah al-Hidayah, Al-Ibriz al-Dani, Bughyah al-Awam, Futuh al-Samad, al-Aqdu Samin, dan lain-lain.
Syaykh Nawawi al-Bantani wafat dalam usia 84 tahun di Syangeib A’li, sebuah kawasan di pinggiran kota Makkah, pada tanggal 25 Syawwal 1314H/ 1897M.
Diantara karomah beliau adalah, saat menulis Syarah kitab Bidayah al-Hidayah (karya Imam al-Ghozali), lampu minyak beliau padam, padahal saat itu sedang dalam perjalanan dengan sekedup onta. Beliau berdoa, bila kitab ini dianggap penting dan bermanfaat bagi kaum Muslimin, mohon kepada Alloh SWT untuk memberikan sinar agar bias melanjutkan menulis. Tiba-tiba jempol kaki beliau mengeluarkan api, bersinar terangdan beliau melanjutkan menulis. Karomah yang lain nampak saat beberapa tahun setelah beliau wafat, makamnya akan dibongkar oleh pemerintah untuk dipindahkan tulang belulangnya dan liang lahatnya akan ditumpuki jenazah lain. Saat itulah petugas mengurungkan niatnya, sebab jenazah beliau masih utuh beserta kafannya walaupun sudah bertahun-tahun.


C. ANALISIS ISI KITAB
Kitab Tanqih al-Qawl al-Hathith fi Sharh Lubab al-Hadith adalah merupakan sharh dari kitab Lubab al-Hathith yang membahas tentang hadis-hadis fadoilul al-a’mal. Kitab ini lebih banyak membahas tentang keutamaan suatu amal, seperti keutamaan wudu, keutamaan salat berjamaah, keutamaan bertasbih, dan lain-lain.
Diantara isi kitab tersebut membahas tentang keutamaan ilmu dan ulama :
البا ب الاول في فضيلة العلم. قال الله تعالى- شهد الله انه لااله الا هو والملا ئكة واول العلم قائما بالقسط- فانظر كيف بداء سبحا نه وتعالى بنفسه وثنى بالملا ئكة وثلث باهل العلم وناهيك بهذا شرفا وفضلا . قال النبي صلى الله عليه وسلم لابن مسعود ...........الخ
Dalam firman-Nya Surat Ali Imron:18, Alloh menyebut ahli ilmu setelah memulai dengan diri-Nya dan para malaikat. Hal ini menunjukkan bahwa betapa mulia dan utamanya ilmu dan orang yang berilmu.
Menuntut ilmu dimajlis pengajian satu jam diwaktu malam atau siang tanpa membawa pulpen dan tidak mencatat apa yang diajarkan, adalah lebih baik pahalanya dari pada memerdekakan seribu budak atau hamba sahaya atau wanita amat. Kemudian memandang wajah orang alim karena rasa cinta, adalah lebih baik dari pada bersedekah seribu unta dijalan Alloh berjihad melawan orang-orang kafir dalam menegakkan agama Alloh ta’ala. Dan mengucapkan salam kepada orang ‘alim, adalah lebih baik dari pada beribadah seribu tahun.
Rosulullah SAW bersabda kepada Ibn Masud:
يا ابن مسعود جلوسك ساعة في مجلس العلم لاتمس قلما ولا تكتب حرفا خير لك من عتق الف رقبة وانظرك الى وجه العالم خير لك من الف فرش تصدقت بها في سبيل الله وسلامك على العالم خير لك من عبادة الف سنة
Artinya ; “ hai ibnu Masud, dudukmu satu jam dimajlis ilmu yang engkau tidak menyentuh pulpen dan tidak menulis satu huruf saja, adalah lebih baik bagimu dari pada memerdekakan seribu budak. Dan memandangmu pada muka orang alim adalah lebih baik bagimu daripada bersedekah seribu kuda dijalan Allah, dan salammu kepada orang alim adalah lebih baik daripada beribadah seribu tahun”.

Seorang yang ‘alim dalam ilmu Syari’ah yang wirai adalah lebih berat bagi syaiton untuk menggodanya dari pada seribu orang yang ahli dan tekun beribadah tetapi tidak berilmu dan wirai. Hal ini karena sewaktu syaiton itu membuka pintu hawa nafsu untuk manusia dan kelezatan syahwat didalam hati mereka antara seorang faqih yang arif syaiton lebih berat menggodanya, lalu ia menutup pintu itu dan merasa menyesal dan rugi. Lain halnya seorang ahli ibadah yang bodoh, dia sekalipun sibuk beribadah namun dia berada pada tali-tali syaiton sedangkan dia tidak tahu. Demikian faedah yang dikemukakan al-Azizi mengutip dari at-Thibi. Dan dalam riwayat Turmudzi dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas: “seorang faqih lebih berat bagi syaiton dari pada seribu orang ahli ibadah”.
فقيه واحد متورع اشد على الشيطان من الف عابد مجتهد جاهل ورع

Seorang ‘alim yang mengamalkan ilmunya adalah lebih utama dari pada ahli ibadah yang bodoh bagaikan keutamaan bulan dimalam purnama atas seluruh bintang-bintang. Yang dimaksud keutamaan disini adalah keutamaan banyaknya pahala yang diberikan oleh Alloh kepada hambanya diakherat dari tingkatan surga dan kenikmatannya, makanannya, dan minumannya. Juga apa saja yang diberikan oleh Alloh pada hamba dari kedudukan dekatnya kepada Alloh dan kelezatan memandang kepada-Nya serta mendengarkan pembicaraan-Nya.
Dalam suatu riwayat oleh Turmudzi dari Abu Umamah disebutkan keutamaan seorang alim atas para ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas orang yang dibawahku. Maksudnya bahwa kemuliaan seorang alim disbanding dengan keutamaan ahli ibadah adalah seperti kemuliaan Nabi Saw.atas kemuliaan orang yang yang dibawah Nabi yaitu sahabat.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
فضل العا لم على العا بد كفضل القمر ليلة البدر على سائر الكواكب
Artinya: Keutamaan seorang ‘alim atas ahli ibadah bagaikan keutamaan bulan dimalam purnama atas seluruh bintang-bintang.
فضل العا لم على العا بد كفضلى على أمتى
Artinya: “ barang siapa berpindah (pergi) menuntut ilmu maka dosanya diampuni sebelum ia melangkah”

Orang yang berpindah atau pergi baik dengan jalan kaki atau naik kendaraan dari suatu tempat tinggalnya ketempat yang lain untuk menuntut ilmu dari ilmu-ilmu syariat, maka dosa –dosa kecilnya yang sudah lalu diampuni sebelum ia melangkahkan kakinya dari tempat tinggalnya, jika bertujuan untuk mencari keridaan Allah Ta’ala.
من انتقل يتعلم علما غفرله قبل ان يخطو
Ulama yang dimuliakan adalah alim ilmu-ilmu syara’ dan mengamalkan ilmunya dengan mengagungkan dan berbuat kebaikan berupa ucapan atau perbuatan. Mereka itu adalah orang-orang yang dipilih oleh Alloh dan dimuliakan para malaikat.



Orang yang memuliakan orang alim maka ia seperti memuliakan Nabi Muhammad karena orang alim adalah kekasih Nabi Muhammad, dan barang siapa memuliakan Nabi Muhammad maka ia memuliakan Allah karena Nabi Muhammad adalah kekasih Allah, dan orang yang memuliakan Allah maka tempat kembalinya adalah surga sebab surga itu tempat tinggal para kekasih Allah SWT.
Nabi SAW bersabda:
من اكرم عا لما فقد اقرمني ومن اكرمني فقد اكرم الله ومن اكرم الله فمأواه الجنة

Artinya: “Barang siapa yang memuliakan orang alim maka ia memuliakan aku, dan barang siapa yang memuliakan aku maka ia memuliakan Allah,dan barang siapa memuliakan Allah maka tempat kembalinya adalah surga”.

اكرموا العلماء فانهم ورثة الانبياء فمن اكرمهم فقد اكرم الله ورسوله
Artinya: “Hendaklah kamu semua memuliakan para ulama karena mereka itu adalah pewaris para nabi. Maka barang siapa memuliakan mereka berarti memuliakan Allah dan rasul-Nya.

Tidur orang alim yang menjaga tata kesopanan ilmu itu lebih utama daripada orang bodoh yang tidak mengetahui tata kesopanan beribadah. Dalam satu riwayat oleh Abu Nuaim dari Salman dengan isnad yang daif bahwa tidur atas ilmu adalah lebih baik daripada salat atas kebodohan, karena dapat diduga ibadahnya menjadi batal. Sebagaimana dikatakan oleh Dlarar bin al-Azwar al-Shahabi: siapa beribadah kepada Allah dengan kebodohan, maka kesukarannya lebih banyak daripada kebenaran yang dilakukan. Juga sebagaimana dikatakan Wailah bin al-Asqa: “Orang beribadah tanpa fiqh bagaikan keledai yang tergilas”.



D. SISTEMATIKA PENULISAN KITAB
Kitab Tanqih al-Qawl al-Hathith adalah mensharahi kitab lubab al-Hadith. Kitab ini disusun dengan system bab yang terdiri dari 40 bab. Adapun bab-bab yang terdapat dalam kitab Tanqih al-Qawl adalah sebagai berikut:
1. Al-bab al-awwal fi fadilah al-ilm wa al-ulama (keutamaan ilmu dan ulama)
2. Al-bab as thani fi fadilah la ilaha illa Alloh (Laa Ilaaha Illallah)
3. Al-bab as-salith fi fadilah bismillahirrahmanirrahim (keutamaan bismillah)
4. Al-bab ar-rabi’ fi fadilah as-salatu ala an-nabi sallawwahu alaihi wa sallam (keutamaan salawat atas nabi SAW)
5. Al-bab al-komis fi fadilah al-iman (keutamaan iman)
6. Al-bab as-sadis fi fadilah al-wudu’ (keutamaan Wudlu’)
7. Al-bab as-sabi’ fi fadilah as-siwak (keutamaan Siwak)
8. Al-bab as-samin fi fadilah al-adhan (keutamaan adhan)
9. Al-babat- tasi’ fi fadilah solah al-jamaah (keutamaan salat berjamaah)
10. Al-bab al-‘asir fi fadilah al-jumat (keutamaan jum’at)
11. Al-babal-hadi ‘asar fi fadilah al-masajid (keutamaan Masjid)
12. Al-bab al-sani ‘asar fi fadilah al-‘amaim (keutamaan bersurban)
13. Al-bab al-salisa ‘asar fi fadilah as-soum (keutamaan puasa)
14. Al-bab al-rabi’a ‘asar fi fadilah al-faridoh (keutamaan ibadah fardu)
15. Al-bab al-khomisa ‘asar fi fadilah as-sunan (keutamaan ibadah sunah)
16. Al-bab al-sadisa ‘asar fi fadilah az-zakat (keutamaan zakat)
17. Al-bab al-sabi’a ‘asar fi fadilah as-sodaqoh (keutamaan sodaqoh)
18. Al-bab al-samina ‘asar fi fadilah as-salam (keutamaan salam)
19. Al-bab al-tasi’a ‘asar fi fadilah ad-du’a’ (keutamaan doa)
20. Al-bab al-‘isruna fi fadilah al-istighfar (keutamaan istigfar)
21. Al-bab al-hadi wa al-‘isruna fi fadilah dhikrulloh ta’ala (keutamaan berdzikir kepada Allah Taala)
22. Al-bab al-sani wa al-‘isruna fi fadilah at-tasbih (keutamaan bertasbih)
23. Al-bab al-salis wa al-‘isruna fi fadilah at-tawbah (keutamaan taubat)
24. Al-bab al-rabi’ wa al-‘isruna fi fadilah al-faqr (keutamaan fakir)
25. Al-bab al-khomis wa al-‘isruna fi fadilah an-nikah (keutamaan nikah)
26. Al-bab al-sadis wa al-‘isruna fi at-tasdid ala azzina (beratnya zina)
27. Al-bab al-sabi’ wa al-‘isruna fi at-tasdid ala al-liwat (beratnya homoseksual)
28. Al-bab al-samin wa al-‘isruna fi man’I surb al-khomr (larangan meminum khamr)
29. Al-bab al-tasi’ wa al-‘isruna fi fadilah ar-ramyi (keutamaan memanah)
30. Al-bab a- salasun fi fadilati birru al- walidain (keutamaan berbakti kepada orang tua)
31. Al-bab ihda wa al-salasun fi fadilati tarbiyah al-awlad (keutamaan mendidik anak)
32. Al-bab al-sani wa al-salasun fi fadilati at-tawadu’ (keutamaan tawadu’)
33. Al-bab al-salis wa al-salasun fi fadilati as- sumt (keutamaan pendiam)
34. Al-bab al-rabi’ wa al-salasun fi fadilati al-iklal min al-akl wa an-nawm wa al-rahah (keutamaan menyedikitkan makan, minum dan menganggur)
35. Al-bab al-khomis wa al-salasun fi fadilati al-iklal min ad-dohk (keutamaan menyedikitkan tertawa)
36. Al-bab al-sadis wa al-salasun fi fadilati ‘iyadah al-marid (keutamaan menjenguk orang sakit)
37. Al-bab al-sabi’ wa al-salasun fi fadilati dikr al-mawt (keutamaan mengingat mati)
38. Al-bab al-samin wa al-salasun fi fadilati dikr al- qobr wa ahwalih (keutamaan mengingat kubur)
39. Al-bab al-tasi’ wa al-salasun fi man’u an-niyahah ala al-mayyit (larangan meratapi mayyit)
40. Al-bab al-arba’un fi fadilati as-sobr ‘inda al-musibah (keutamaan sabar ketika tertimpa musibah)
E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KITAB
a. Kelebihan Kitab
1. Disajikan dalam bentuk bahasa yang ringkas, padat dan mudah difaham sehingga sangat cocok untuk dipelajari
2. Banyak menggunakan hadis-hadis Shaheh
3. Disusun secara sistematis dalam bentuk bab-bab sehingga mudah mempelajarinya

b. Kekurangan kitab
1. Sanadnya tidak disebutkan (digugurkan)
2. Terdapat beberapa Hadis Dhoif
3. Tidak disebutkan criteria hadisnya

shalawat wahidiyyah

PENGANTAR
Kondisi akhlak umat Islam pada akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan. Kriminalitas terjadi dimana-mana, korupsi merajalela, dan pengaruh budaya asing yang bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Ditengah kondisi ahklak yang rusak tersebut, diperlukan ajaran tasawuf yang berfaedah untuk mengendalikan ahklak manusia agar selalu berada dijalan-Nya serta mengamalkan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Salah satu tasawuf alternatif yang berguna untuk membangun ahklak umat adalah Shalawat Wahidiyah. Shalawat Wahidiyah ini berfungsi untuk menjernihkan hati dan ma’rifat billah wa rosulihi.

A. Shalawat Wahidiyah
Shalawat Wahidiyah didirikan oleh KH. Abdul Madjid Ma’roef. Ia adalah putra dari KH. Muhammad Ma’roef, pendiri pesantren Kedunglo Kediri. Shalawat Wahidiyah ini didirikan pada tahun 1956 yang dilatar belakangi oleh keprihatinan KH. Abdul Madjid Ma’roef terhadap kondisi ahklak umat yang semakin merosot.
Pada tahun 1959 inilah KH. Abdul Madjid Ma’roef mendapatkan alamat yang berupa mimpi yang isinya memerintahkan kepada beliau untuk mengamalkan Shalawat Wahidiyah . pada tahun 1963 KH. Abdul Madjid Ma’roef kembali mendapatkan alamat yang kedua dan ketiga yang disertai ancaman apabila tidak mengamalkan Shalawat Wahidiyah.
Susunan Shalawat Wahidiyah tidak sekaligus sempurna seperti yang kita lihat sekarang, tetapi melalui tahapan-tahapan yang disesuaikan dengan kondisi umat pada saat itu. Dan pada tahun 1981 susunan Shalawat Wahidiyah telah sempurna.
Shalawat Wahidiyah sendiri adalah seluruh rangkaian amalan yang tertulis dalam lembaran Shalawat Wahidiyah dan ditambah dengan etika ketika mengamalkan Shalawat Wahidiyah.
Sedangkan nama Wahidiyah sendiri berasal dari salah satu nama Allah al A’dzom yaitu al-Wahidu. Kata al-Wahidu tersebut telah tertuang dalam permulaan shalawat Wahidiyah, Allahumma ya wahidu ya ahad.

B. Pengertian Tasawuf
Belum ada suatu kesepakatan dari para Sufi tentang pengertian dari tasawuf. Hal ini disebabkan karena para sufi mengemukakan pengertian mereka sesuai pengalaman mereka masing-masing.
Tasawuf menurut al-Junaid al-Bagdadi adalah keberadaan bersama Allah SWT tanpa adanya penghubung. Sedangkan arti tasawuf menurut Abu Muhammad Ruwaim bin Ahmad adalah kemerdekaan jiwa bersama Allah SWT atas apa yang dikehendaki-Nya.
Ma’ruf al-Karkhi menyebut tasawuf sebagai ketidakpedulian terhadap kenyataan dan mengabaikan apa yang ada ditangan makhluk.

Dari beberapa pengertian tasawuf diatas, Zakaria al-Anshari meringkas tasawuf sebagai cara menyucikan diri, meningkatkan ahklak dan membangun kehidupan jasmani dan rohani untuk mencapai kebahagiaan abadi.

C. Organisasi Shalawat Wahidiyah
Sejak awal tahun 1964 Shalawat Wahidiyah terus disebarkan oleh pengikut-pengikutnya, tidak hanya terbatas dikalangan santri pesantren kedunglo saja melainkan juga masyarakat luas yang jumlahnya puluhan ribu orang.
Organisasi Shalawat Wahidiyah adalah organisasi keagamaan yang non-politik serta bersifat independen. DPP PSW (Dewan Pimpinan Pusat Penyiar Shalawat Wahidiyah) periode 2006-2011 berpusat di Pesantren At-Tahdzib Rejoagung, Ngoro, Jombang.

D. Aplikasi Shalawat Wahidiyah
Yang dimaksud dengan ajaran Wahidiyah adalah bimbingan praktis lahiriyah dan bathiniyah, berpedoman kepada al-quran dan al-Hadis dalam melaksanakan tuntunan Rosululloh. Meliputi bidang iman, islam, dan ihsan. Mencakup segi syariat, segi haqiqah, dan segi ahklak. Disamping mengamalkan Shalawat Wahidiyah ini, supaya melatih hati dengan menerapkan Ajaran Wahidiyah yaitu: “ lillah billah” dan “lirrosul birrosul” serta berusaha melaksanakan “yukti kulla dzi haqqin haqqoh” dengan prinsip “taqdimul aham fal aham tsummal anfa’ fal anfa’.
Shalawat Wahidiyah ini diamalkan 40 hari berturut-turut. Setiap hari sedikitnya menurut bilangan yang telah ditentukan dalam sekali duduk. Boleh juga selama 7 hari berturut-turut, namun bilangannya dilipatkan 10 kali.
Setelah selesai mengamalkan 40 hari atau 7 hari berturut-turut, maka pengamalan supaya diteruskan. Bilangannya bias dikurangi sebagian atau seluruhnya, namun lebih banyak lebih baik. Bagi wanita yang sedang udzur cukup membaca shalawatnya saja tanpa membaca fatihah. Adapun fafirru ilalloh dan waqul…..boleh dibaca dengan berniat membaca doa.
Bagi yang belum bias membaca Shalawat Wahidiyah ini seluruhnya , boleh membaca bagian mana yang sudah bias saja, atau membaca yaa sayyidi yaa rosuulalloh selama kurang lebih 30 menit.

E. Realitas di Lapangan
Sebagaimana ajaran Wahidiyah yang telah disebutkan diatas, para pengamal Shalawat Wahidiyah dituntut untuk mengikuti keweajiban Nabi, tidak melaksanakan larangan Beliau, mengikuti akhlak lahiriyah Nabi, dan mengikuti akhlak batiniah Beliau.
Dengan mengamalkan Shalawat Wahidiyah ini diharapkan para pengamalnya dapat mengabdikan diri (beribadah) kepada Allah dengan ihlas, serta memuliakan dan mencintai Nabi SAW.
Setelah mengamalkan Shalawat Wahidiyah para pengamalnya merasakan ada semacam gertaran –getaran yang sangat dahsyat rasa cinta kepada Rosulullah serta I’timad terhadap gurunya.