Sabtu, 21 April 2012

muhkam dan mutasyabih

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Al-Qur’an diturunkan Allah kepada hamba-hamba-Nya adalah agar Al-Qur’an menjadi pemberi peringatan bagi alam semesta. Ia menggariskan bagi makhluk-Nya akidah yang benar dan prinsip-prinsip yang lurus dalam ayat-ayat yang tegas keterangannya dan jelas ciri-cirinya. Itu semua merupakan karunia-Nya kepada umat manusia, di mana Ia menetapkan bagi mereka pokok-pokok agama untuk menyelamatkan akidah mereka dan menerangkan jalan lurus yang harus mereka tempuh.
Salah satu persoalan ‘Ulumul Qur’an yang masih sering kita dengar tentang perselisihannya ialah masalah ayat-ayat muhkam dan ayat-ayat mutasyabih. Telaah dan perdebatan di seputar masalah ini telah banyak mengisi lembaran khazanah keilmuan Islam, terutama menyangkut penafsiran Al-Qur’an.
Dalam Al-Qur’an, memang disebutkan kata-kata muhkam  dan mutasyabih. Pertama, lafal muhkam, terdapat dalam Q.S. Hud [11]: 1
Kedua, lafal mutasyabih  terdapat dalam Q.S. Zumar [39]: 23
Ketiga, lafal muhkam  dan mutasyabih sama-sama disebutkan dalam Al-Qur’an. Hal ini terdapat pada Q.S. Ali Imran [3]: 7:
Ulama-ulama salaf mereka tidak mau menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat. Mereka hanya mengimani dan mengamalkan apa yang Allah maksud di dalam Al-Quran. Sedangkan dikalangan ulama muta’akhirin mereka berani menafsirkan maupun menakwilkan ayat-ayat mutasyabihat.
Terlepas dari itu semua, jika kita renungkan bersama ternyata dengan adanya ayat-ayat muhkam wal mutasyabih terutama ayat-ayat mutasyaih dapat memunculkan kreaksi-kreaksi, usaha-usaha yang kreaktif dan konsep-konsep baru dalam berbagai cabang ilmu.
Dalam makalah ini juga akan membahas tentang pembagian ayat-ayat mutasyabih serta hikmah diturunkannya al-Quran dalam dua bentuk muhkam dan mutasyabih.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah  tersebut diatas, penyusun merumuskan masalah sebagai berikut :
1.    Apa pengertian muhkam dan mutasyabih?
2.    Apa sebab-sebab terjadinya tasyabuh dalam al-Quran?
3.    Bagaimana pembagian aya-ayat mutasyabih dalam al-Quran?
4.    Bagaimana sikap atau pendapat para ulama tentang ayat mutasyabihat?
5.    Apa hikmah diturunkannya ayat muhkam dan mutasyabihat?

C.    Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang :
1.    Mengetahui pengertian muhkam dan mutasyabih menurut para ahli.
2.    Sebab-sebab terjadinya tasyabuh dalam al-Quran.
3.    Pembagian ayat-ayat mutasyabih dalam al-Quran.
4.    Sikap atau pendapat para ulama tentang ayat mutasyabihat.
5.    Hikmah diturunkannya ayat muhkam dan mutasyabihat.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Muhkam dan Mutasyabih
1. Secara Bahasa
a.    Muhkam menurut bahasa berasal dari kata حَكَمَ – يحكم – حكما yang berarti memutuskan dua perkara. Maka hakim adalah orang yang mencegah yang dzalim dan memisahkan antara yang hak dengan yang batil dan antara kebohongan dan kebenaran.
Muhkam juga berarti (sesuatu) yang dikokohkan. Ihkam al kalam berarti mengokohkan perkataan dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah, dan urusan yang lurus dari yang sesat. Jadi kalam muhkam adalah perkataan yang seperti itu sifatnya. Dengan pengertian inilah Allah mensifati qur’an bahwa seluruhnya adalah muhkam. 
b.    Mutasyabih, secara bahasa berati tasyabuh, yakni bila salah satu dari dua hal serupa dengan yang lain. Syubhah  ialah keadaan di mana satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan di antara keduanya secara konkrit atau abstrak.

2. Secara istilah
Menurut istilah, para ulama berbeda-beda dalam memberikan pengertian muhkam dan mutasyabih, yakni sebagai berikut:
a.    Ulama golongan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah mengatakan, lafal muhkam adalah lafal yang diketahui makna maksudnya, baik karena memang sudah jelas artinya maupun karena dengan ditakwilkan. Sedangkan lafal mutasyabih adalah lafal yang pengetahuan artinya hanya dimonopoli Allah SWT. Manusia tidak ada yang bisa mengetahuinya. Contohnya: terjadinya hari kiamat, keluarnya Dajjal, arti huruf-huruf Muqaththa’ah.
b.    Ulama golongan Hanafiyah mengatakan, lafal muhkam ialah lafal yang jelas petunjuknya, dan tidak mungkin telah dinasakh (dihapuskan hukumnya). Sedang lafal mutasyabih adalah lafal yang samar maksud petunjuknya, sehingga tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia atau pun tidak tercantum dalam dalil-dalil nash (teks dalil-dalil). Sebab, lafal mutasyabih termasuk hal-hal yang diketahui Allah saja artinya. Contohnya seperti hal-hal yang ghaib.
c.    Mayoritas ulama golongan ahlul fiqh yang berasal dari pendapat sahabat Ibnu Abbas mengatakan, lafal muhkam ialah lafal yang tidak bisa ditakwilkan kecuali satu arah atau segi saja. Sedangkan lafal mutasyabih adalah artinya dapat ditakwilkan dalam beberapah arah atau segi, karena masih sama. Misalnya, seperti masalah surga, neraka, dan sebagainya.
d.    Imam Ibnu Hanbal dan pengikut-pengikutnya mengatakan,  lafal muhkam adalah lafal yang bisa berdiri sendiri atau telah jelas dengan sendirinya tanpa membutuhkan keterangan yang lain. Sedang lafal yang tidak bisa berdiri sendiri adalah lafal mutasyabih, yang membutuhkan penjelasan arti maksudnya, karena adanya bermacam-macam takwilan terhadap lafal tersebut. Contohnya seperti lafal yang bermakna ganda (lafal musytarak), lafal yang asing (gharib), lafal yang berarti lain (lafal majaz), dan sebagainya.
e.    Imamul Haramain, bahwa lafal muhkam ialah lafal yang tepat susunan, dan tertibnya secara biasa, sehingga mudah dipahami arti dan maksudnya sedangkan lafal mutasyabih adalah lafal yang makna maksudnya tidak terjangkau oleh ilmu bahasa manusia, kecuali jika disertai dengan adanya tanda-tanda atau isyarat yang menjelaskannya.
f.      Imam Ath-Thibi mengatakan, lafal muhkam ialah lafal yang jelas maknanya, sehingga tidak mengakibatkan kemusykilan atau kesulitan arti. Sebab, lafal muhkam itu diambil dari lafal ihkam (Ma’khuudzul Ihkami) yang berarti baik atau bagus. Contohnya seperti yang dhahir, lafal yang tegas, dan sebagainya. Sedangkan lafal yang mutasyabih ialah sebaliknya, yakni yang sulit dipahami, sehingga mengakibatkan kemusykilan atau kesukaran.
g.    Imam Fakhruddin Ar-Razi berpendapat lafal muhkam ialah lafal yang petunjuknya kepada sesuatu makna itu kuat, seperti lafal yang nash, atau yang jelas, dan sebagainya. Sedangkan lafal mutasyabih ialah lafal yang petunjuknya tidak kuat, seperti lafal yang global, yang musykil, yang ditakwili, dan sebagainya.
h.    Ikrimah dan Qatadah mengatakan, lafal muhkam ialah lafal yang isi maknanya dapat diamalkan, karena sudah jelas dan tegas, seperti umumnya lafal Al-Quran. Sedangkan lafal mutasyabih ialah lafal yang isi maknanya tidak perlu diamalkan, melainkan cukup diimani eksistensinya saja.
Dari beberapa definisi muhkam dan mutasyabihat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa muhkam ialah lafal yang artinya dapat diketahui dengan jelas dan kuat secara berdiri sendiri tanpa ditakwilkan karena susunan tertibnya tepat, dan tidak musykil, karena pengertiannya masuk akal, sehingga dapat diamalkan karena tidak dinasakh.
Sedangkan pengertian mutasyabih ialah lafal-Al-Quran yang artinya samar, sehingga tidak dapat dijangkau oleh akal manusia karena bisa ditakwilkan macam-macam sehingga tidak dapat berdiri sendiri karena susunan tertibnya kurang tepat sehingga menimbulkan kesulitan cukup diyakini adanya saja dan tidak perlu diamalkan, karena merupakan ilmu yang hanya dimonopoli Allah SWT

B.    Sebab-sebab Terjadinya Tasyabuh dalam Al-Qur’an
Secara tegas dapat dikatakan, bahwa sebab adanya ayat muhkamah dan mutasyabihat ialah karena Allah SWT menjadikannya demikian itu. Allah SWT memisahkan atau membedakan antara ayat-ayat yang muhkam dari yang mutasyabih, dan menjadikan ayat muhkam sebagai bandingan ayat yang mutasyabihat.
Dalam Al-Qur’an, memang disebutkan kata-kata muhkam  dan mutasyabih. Pertama, lafal muhkam, terdapat dalam Q.S. Hud [11]: 1
           
Terjemahan: Alif laam raa, (Inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci , yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha tahu.

Kedua, lafal mutasyabih  terdapat dalam Q.S. Zumar [39]: 23
 •     •                              
Terjemahan: Allah Telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, Kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan Kitab itu dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun.

Ketiga, lafal muhkam  dan mutasyabih sama-sama disebutkan dalam Al-Qur’an. Hal ini terdapat pada Q.S. Ali Imran [3]: 7:
              •                        •            
Terjemahan: Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (Q.S. Ali Imran [3]: 7)

Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i meringkas ada 3 sebab terjadinya tasyabuh dalam Al-Qur’an. 
1.    Disebabkan oleh ketersembunyian pada lafal
Contoh: Q.S. Abasa [80]: 31
وَفَاكِهَةً وَأَبًّا
Terjemahan: Dan buah-buahan serta rumput-rumputan.

Lafal أَبٌّ di sini mutasyabih karena ganjilnya dan jarangnya digunakan. kata أَبٌّ diartikan rumput-rumputan berdasarkan pemahaman dari ayat berikutnya :
مَتَاعًا لَكُمْ وَلأَنْعَامِكُمْ
Terjemahan: Untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu. (Q.S. Abasa [80]: 32)
2.    Disebabkan oleh ketersembunyian pada makna
Terdapat pada ayat-ayat mutasyabihat tentang sifat-sifat Allah swt. dan berita gaib. 
Contoh:
...يَدُ اللهِ فَوْقَ اَيْدِيْهِمْ….   
Terjemahan: ...tangan Allah di atas tangan  mereka....( Q.S. al-Fath [48]: 10.)
3.    Disebabkan oleh ketersembunyian pada makna dan lafal
Dari segi makna dan lafad, mutasyabih ada 5 macam, yaitu:
a.    Dari segi kuantitas, seprti umum dan khusus. Contohnya :
… 
 “…maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu… “ ( At-Taubah [9] : 5 ).
b.    Dari segi tatacara, seperti wajib dan sunah. Contohnya :
...      ...
 “…Maka kawinilah wanita-wanita yang lain yang kamu senangi... “. (An-Nisa [4] :3)

c.    Dari segi waktu, seperti nasikh dan mansukh. Contohnya :
…  •  ...
 “…bertaqwalah kepada Allah sebebar-benar taqwa kepadanya … “. (Ali-Imran [3] : 102)

d.    Dari segi perkara-perkara yang diturunkan di dalamnya. Contohnya :
…       ...
 “…Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya… “. (Al-Baqarah [2] : 189 )

e.    Dari segi syarat-syarat sahnya suatu perbuatan dan yang merusaknya, seperti syarat sahnya shalat, syarat sahnya nikah.
C.    Pembagian ayat-ayat Mutasyabihat dalam Al-Qur’an
Al-Zarqani membagi ayat-ayat mutasyabihat menjadi tiga macam :
1.    Ayat-ayat yang seluruh manusia tidak dapat sampai kepada maksudnya, seperti pengetahuan tentang zat Allah dan hakikat sifat-sifat-Nya, pengetahuan tentang waktu kiamat dan hal-hal gaib lainnya. Allah berfirman Q.S. al-An’am [6]: 59
وَعِنْدَه مَفَـاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُـهُا اِلاَّ هُوَ....
Terjemahan : Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri....
2.    Ayat-ayat yang setiap orang bisa mengetahui maksudnya melalui penelitian dan pengkajian, seperti ayat-ayat mutasyabihat yang kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang, urutan, dan seumpamanya. Allah berfirman Q.S. an-Nisa’[4]: 3
وَاِنْ خِفْـتُمْ اَلاَّ تُقْسِطُوْا فِى الْيَتمى فَانْكِحُوْا مَاطَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ....
Terjemahan: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim, Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi....
Maksud ayat ini tidak jelas dan ketidak jelasanya timbul karena lafalnya yang ringkas. Kalimat asal berbunyi :
وَاِنْ خَفْـتُمْ اَنْ لاَ تُقْسِطُوْا فِى اليَتمى اِذَا تَـزَوَّجْـتُمْ بِهِنَّ فَانْكِحُوْا مَاطَابَ
 لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ....
Terjemahan: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim sekiranya kamu kawini mereka, maka kawinilah wanita-wanita selain mereka.
3.    Ayat-ayat mutasyabihat yang maksudnya dapat diketahui oleh para ulama tertentu dan bukan semua ulama.
Inilah yang diisyaratkan Nabi dengan doanya bagi Ibnu Abbas:
اَللَّهُمَّ فَقِّهْـهُ فِى الدِّيْنِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيْلَ
Terjemahan: Ya Tuhanku, jadikanlah dia seorang yang paham dalam Agama, dan ajarkanlah kepadanya takwil.

D.    Sikap Ulama Menghadapi Ayat-ayat Mutasyabihat
Dalam hal ini, Subhi al-Shalih membedakan pendapat ulama ke dalam dua mazhab. :
1.    Mazhab Salaf, yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat mutasyabih itu dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri. Mereka mensucikan Allah dari pengertian-pengertian lahir yang mustahil ini bagi Allah dan mengimaninya sebagaimana yang diterangkan Al-Qur’an serta menyerahkan urusan mengetahui hakikatnya kepada Allah sendiri. Karena mereka menyerahkan urusan mengetahui hakikat maksud ayat-ayat ini kepada Allah, mereka disebut pula mazhab Mufawwidah atau Tafwid. Ketika Imam Malik ditanya tentang makna istiwa`, dia berkata:
الاِسْتِوَاءُ مَعْلُوْمٌ وَالْكَيْفُ مَجْهُوْلٌ وَالسُّؤَالُ عَنْـهُ بِدْعَةٌ وَ اَظُـنُّـكَ رَجُلَ السُّوْءَ
اَخْرِجُوْهُ عَنِّيْ.
Terjemahan: Istiwa` itu maklum, caranya tidak diketahui (majhul), mempertanyakannya bid’ah (mengada-ada), saya duga engkau ini orang jahat. Keluarkan olehmu orang ini dari majlis saya.

Maksudnya, makna lahir dari kata istiwa jelas diketahui oleh setiap orang. akan tetapi, pengertian yang demikian secara pasti bukan dimaksudkan oleh ayat. sebab, pengertian yang demikian membawa kepada asyabih (penyerupaan Tuhan dengan sesuatu) yang mustahil bagi Allah. karena itu, bagaimana cara istiwa’ di sini Allah tidak di ketahui. selanjutnya, mempertanyakannya untuk mengetahui maksud yang sebenarnya menurut syari’at dipandang bid’ah (mengada-ada).
Kesahihan mazhab ini juga didukung oleh riwayat tentang qira’at Ibnu Abbas.
وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَـهُ اِلاَّ الله ُ وَيُقُوْلُ الرَّاسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ امَـنَّا بِه
Terjemahan: Dan tidak mengetahui takwilnya kecuali Allah dan berkata orang-orang yang mendalam ilmunya, ”kami mempercayai”. (dikeluarkan oleh Abd. al-Razzaq dalam tafsirnya dari al-Hakim dalam mustadraknya).

2.    Mazhab Khalaf, yaitu ulama yang menakwilkan lafal yang makna lahirnya mustahil kepada makna yang laik dengan zat Allah, karena itu mereka disebut pula Muawwilah atau Mazhab Takwil. Mereka memaknai istiwa` dengan ketinggian yang abstrak, berupa pengendalian Allah terhadap alam ini tanpa merasa kepayahan. Kedatangan Allah diartikan dengan kedatangan perintahnya, Allah berada di atas hamba-Nya dengan Allah Maha Tinggi, bukan berada di suatu tempat, “sisi” Allah dengan hak Allah, “wajah” dengan zat “mata” dengan pengawasan, “tangan” dengan kekuasaan, dan “diri” dengan siksa. Demikian sistem penafsiran ayat-ayat mutasyabihat yang ditempuh oleh ulama Khalaf. 
Alasan mereka berani menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat, menurut mereka, suatu hal yang harus dilakukan adalah memalingkan lafal dari keadaan kehampaan yang mengakibatkan kebingungan manusia karena membiarkan lafal terlantar tak bermakna. Selama mungkin mentakwil kalam Allah dengan makna yang benar, maka nalar mengharuskan untuk melakukannya.
Kelompok ini, selain didukung oleh argumen aqli (akal), mereka juga mengemukakan dalil naqli berupa atsar sahabat, salah satunya adalah hadis riwayat Ibnu al-Mundzir yang berbunyi:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ :(وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهُ اِلاَّ اللهُ وَ الرَّاسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ) قَالَ: اَنَـا
مِمَّنْ يَعْلَمُوْنَ تَـأْوِيْـلَهُ.(رواه ابن المنذر)
Terjemahan: “dari Ibnu Abbas tentang firman Allah: : Dan tidak mengetahui takwilnya kecuali Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya”. Berkata Ibnu Abbas:”saya adalah di antara orang yang mengetahui takwilnya.(H.R. Ibnu al-Mundzir)
Disamping dua mazhab di atas, ternyata menurut as-Suyuti bahwa Ibnu Daqiq al-Id mengemukakan pendapat yang menengahi kedua mazhab di atas. Ibnu Daqiqi al-Id berpendapat bahwa jika takwil itu jauh maka kita tawaqquf (tidak memutuskan). Kita menyakini maknanya menurut cara yang dimaksudkan serta mensucikan Tuhan dari semua yang tidak baik bagi-Nya.
Pendapat mazhab khalaf lebih dapat memenuhi tuntutan kebutuhan intelektual yang semakin hari semakin berkembang, dengan syarat penakwilan harus di lakukan oleh orang-orang yang benar-benar tahu isi Al-Qur’an.
Sejalan dengan ini, para ulama menyebutkan bahwa mazhab salaf dikatakan lebih aman karena tidak dikhawatirkan jatuh ke dalam penafsiran dan penakwilan yang menurut Tuhan salah. Mazhab khalaf dikatakan lebih selamat karena dapat mempertahankan pendapatnya dengan argumen aqli. 
E.    Hikmah Adanya Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih
Diantara hikmah kebeadaan ayat-ayat muhkam didalam al-quran adalah:
1.    Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang yang kemampuan bahasa Arabnya lemah. Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat besar arti dan faedahnya bagi mereka.
2.    Memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan bagi mereka dalam menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.
3.    Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Quran, karena lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui, gampang dipahami, dan jelas pula untuk diamalkan.
4.    Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya, karena lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat menjelaskan arti maksudnya, tidak harus menuggu penafsiran atau penjelasan dari lafal ayat atau surah yang lain.
Sedangkan hikmah adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam al-quran adalah:
1.    Memperlihatkan kelemahan akal manusia. Akal sedang dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-ayat mutasyabih sebagaimana Allah memberi cobaan pada badan untuk beribadah. Seandainya akal yang merupakan anggota badan paling mulia itu tidak diuji, tentunya seseorang yang berpengetahuan tinggi akan menyombongkan keilmuannya sehingga enggan tunduk kepada naluri kehambaannya. Ayat-ayat mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah karena kesadaraannya akan ketidakmampuan akalnya untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabih itu.
2.    Teguran bagi orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasybih. Pada penghujung surat Al-Imran ayat 7, Allah menyebutkan wa ma yadzdzakkaru illa ulu Al- albab sebagi cercaan terhadap orang-orang yang mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih. Sebaliknya, memberikan pujian pada orang-orang yang mendalami ilmunya, yakni orang-orang yang tidak mengikuti hawa nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka berkata rabbana latuzigh qulubana. Mereka menyadari keterbatasan akalnya dan mengharapkan ilmu ladunni.
3.    Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha dan persiapan manusia, masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah SWT, dan kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui segala sesuatu.
4.    Memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan Allah SWT.
5.    Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang bermacam-macam.

BAB III
PENUTUP
Allah menurunkan Al-Quran kepada manusia adalah sebagai petunjuk dan pedoman agar manusia selamat didunia dan akherat. Didalam al-quran terdapat ayat-ayat yang mutasyabihat dan ayat-ayat yang muhkam. Muhkam ialah lafal yang artinya dapat diketahui dengan jelas dan kuat secara berdiri sendiri tanpa ditakwilkan karena susunan tertibnya tepat, dan tidak musykil. Sedangkan mutasyabih ialah lafal-Al-Quran yang artinya samar, sehingga tidak dapat dijangkau oleh akal manusia karena bisa ditakwilkan macam-macam.
Sebab tasyabuh didalam al-Quran bias disebabkan oleh ketersembunyian pada makna, ketersembunyian pada lafad, dan ketersembunyian pada makna dan lafad.
Ada dua pendapat ulama dalam menyikapi ayat-ayat mutasyabiat, yaitu menurut ulama salaf dan menurut ulama khalaf. Menurut ulama salaf, mereka tidak mau menakwilkan ayat-ayat mutasyabihat. Seredangkan ulama kalaf, mereka berani menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat. Selama mungkin mentakwil kalam Allah dengan makna yang benar, maka nalar mengharuskan untuk melakukannya.
Diantara hikmah kebeadaan ayat-ayat muhkam didalam al-quran adalah:
1.    Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang yang kemampuan bahasa Arabnya lemah
2.    Memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya
3.    Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Quran
4.    Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya
Sedangkan hikmah adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam al-quran adalah:
1.    Memperlihatkan kelemahan akal manusia
2.    Teguran bagi orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasyabih
3.    Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia
4.    Memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran
5.    Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang bermacam-macam.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anwar, Rosihon, Ulum Al-Qur’an, ( Bandung: CV Pustaka Setia, 2008).

As Sayuti, Jalaluddin, Samudera Ulumul Qur’an, jilid 3. (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2007).

As-Suyuti, Al-Itqan fi ulumul Qur’an, juz 2 dar Al-fikr.

Ash-Shalih, Subhi, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Terjemah: Team Pustaka Firdaus. (Jakarta: Pustaka Firdaus 1995).

Chirzin, Muhammad, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2003).

Dahlan, Zaini, dkk., Mukadimah Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1991).

Hasbi. Teungku M, Ilmu-Ilmu Al-Quran, (Jakarta: PT Pustaka Rizki Putra,2001).

Husein. Sayyid Muhammad, Ulumul Quran, (Jakarta: PT Lentera, 2000).

Khalil al-Qattan, Manna’, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an,  (Jakarta: Litera Antar Nusa, 1992).

Qardhawi, Yusuf, Al-Qur’an dan As-Sunnah Referensi Tertinggi Umat Islam, (Jakarta: Rabbani Press, 1997).

Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki Al-Hasan, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-qur’an, terj. Rosihon Anwar, Bandung: Pustaka Setia,1999.

Syadali, Ahmad dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an I, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000).

Shihab, Quraish, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1992).

Wahid. Ramli Abdul, Ulumul Quran, (Jakarta: Rajawali Pers, 1993).

Jumat, 07 Mei 2010

MPDP Arab

BAB I
PENDAHULUAN

I.A. LATAR BELAKANG MASALAH
Bahasa arab merupakan sebuah bahasa yang memiliki berbagai keistimewaan dibanding bahasa yang lain, yaitu sebagai bahasa Islam, bahasa Al-Quran dan juga bahasa sumber hukum Islam. Allah berfirman dalam Surat Yunus:2 انا انزلنه قراناعربيا لعلكم تعقلونartinya: Sesungguhnya Kami menurunkan al-Quran dengan bahasa arab supaya kamu memahaminya.
Dan juga hadis nabi yang diriwayatkan oleh Tabrani yang artinya: Cintailah bahasa arab karena tiga hal yaitu bahwa saya (nabi) adalah orang Arab, al-Quran berbahasa Arab, dan bahasa penghuni surga adalah bahasa Arab. Dan juga perkataa sahabat Umar yang artinya: Bersemangatlah kalian dalam berbahasa arab karena itu merupakan sebagian agamamu.
Mengingat betapa pentingnya bahasa arab bagi kaum Muslimin, di Indonesia sendiri juga diajarkan pelajaran bahasa arab, terutama di Madrasah-madrasah dan pondok pesantren. Namun, tingkat keberhasilan pengajaran bahasa arab di Indonesia masih sangat jauh dari memuaskan. Maka dari itulah diperlukan sebuah manajemen pembelajaran bahasa arab yang lebih matang untuk menunjang keberhasilan pengajaran bahasa arab. Disamping itu, diperlukan pula komitmen jihad dan komitmen niat belajar yang tulus.

I.B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penyusun merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian manajemen itu?
2. Apa fungsi manajemen?
3. Bagaimana menerapkan pola pembelajaran bahasa arab yang tepat menuju sebuah manajemen yang terpadu?
4. Bagaimana tinjauan paham teologis dan kultural terhadap manajemen pendidikan bahasa arab?


I.C. TUJUAN PEMBAHASAN
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Pengertian manajemen
2. Fungsi manajemen
3. Penerapan pola pembelajaran bahasa arab yang tepat menuju sebuah manajemen yang terpadu
4. Tinjauan paham teologis dan kultural terhadap manajemen pendidikan bahasa arab

BAB II
PEMBAHASAN

II.A.Pengertian Manajemen
Para pakar masih berbeda pendapat dalam mendefinisikan manajemen. Robert Kreitner seorang ahli dari Arizona State University seperti yang dikutip Zarkawi Soejoeti mendefinisikan manajemen sebagai berikut:
Management is the process of working with and though others to achieve organizational objective in a changing environment. Central to this process is the effective and efficient use of limited resources.
Dalam bukunya yang berjudul Management is Science, Luter Gulick mengartikan manajemen sebagai ilmu karena manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama. Sedangkan Pieter F Druker dalam bukunya Management Take Responsibilities mengartikan manajemen sebagai kiat karena manajemen mencapai sasaran melalui cara mengatur orang lain dalam menjalankan tugas. Dari beberapa pengertian manajemen diatas , belum ada kesepakatan dalam mendefinisikan manajemen. Namun dapat diambil fokus bahwa manajemen menyangkut derajat ketrampilan tertentu, dan untuk memahaminya perlu diadakan pendekatan berdasarkan pengalaman Manajer. Jadi manajemen merupakan suatu system yang setiap komponennya menampilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya dan manajer merupakan aspek orang sebagai pelakunya.

II.B. Fungsi Manajemen
Fungsi Manajemen adalah sebagai berikut : 1)
1. Perencanaan (planning), dalam suatu usaha orang akan bertanya apa maksud dan tujuan usaha tersebut, lalu timbullah fungsi perencanaan. Perencanaan adalah menetapkan sebelumnya hal-hal yang mengarah ketindakan untuk berbuat.
2. Mengorganisasi (organizing), yaitu bagaimana menetapkan cara memilah dan memecah pekerjaan yang ada menjadi unit-unit yang dapat dikelola dengan baik.
3. staffing, yaitu memilih orang-orang yang berkualifikasi untuk melakukan pekerjaan yang dibutuhkan.
4. Directing (pengarahan), yaitu bagaiman cara menuntun manusia melakukan pekerjaan yang dimaksud menuju suatu target yang diinginkan.

1)Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. hal 145
5. Controlling (pengawasan), yang merupakan alat untuk menilai hasil dari rencana yang dicanangkan pada fungsi pertama, kemudian memberikan imbalan pada staf sesuai kinerja yang ditunjukkan dan merencanakan kembali serta memperbaiki hal-hal yang belum sempurna.

II.C. Menerapkan Pola Pembelajaran Bahasa Arab yang Tepat Menuju Sebuah Manajemen yang Terpadu
Ada berbagai titik perhatian yang patut menjadi pembahasan dari berbagai definisi manajemen diatas, yaitu :
1. Bekerja dengan dan melalui orang lain. Karena seorang pimpinan itu bekerja dengan dan melalui orang lain, maka pimpinan tidak boleh bersikap :
a) Tidak peka terhadap orang lain, bergaya kasar, mengintimidasi, dan menahan-nahan karir orang lain;
b) Dingin, menjauhkan diri dari orang lain dan angkuh;
c) Tidak amanah;
d) Sangat ambisius, main politik terus;
e) Terlalu berat sebelah, picik, dan kurang adil;
f) Over managing, tidak mampu melimpahkan tugas atau membentuk tim;
g) Tidak mampu mengurus staf secara efektif;
h) Tidak mampu menyesuaikan dengan atasan yang mempunyai gaya lain;
i) Sangat tergantung pada pendukung dan penasehatnya.
2. Sasaran dan tujuan organisasi. Sasaran organisasi dan tujuan organisasi akan menentukan maksud dan arah dari proses manajemen. Sasaran organisasi juga menjadi tolok ukur kinerja sebuah organisasi.
3. Lingkungan yang sering berubah. Seorang manajer tidak boleh pasif dan gampang terbawa oleh perubahan lingkungan. Kenyataan ini harus senantiasa disadari oleh manajer dan ia harus pandai mempertimbangkan lima unsure perubahan yang mungkin berdampak besar pada praktek manajemen yakni lingkungan fisik, lingkungan budaya, lingkungan informasi, lingkungan politik, dan lingkungan moral. Seperti yang dikemukakan oleh Alfin Tofler dalam bukunya The Third Wafe.
4. Efektifitas dan efisiensi.Keseimbangan hasil guna dan daya guna perlu diperhatikan. Pekerjaan bisa selesai (efektif) tapi juga harus efisien, tidak boros dan tidak mubadzir. Menekan salah satunya akan berdampak dan berakir dengan mismanajemen.
5. Sumber-sumber yang terbatas. Dalam setiap organisasi, pimpinan adalah pengawas dari sumber-sumber yang terbatas. Tugasnya adalah menjaga agar sumber-sumber daya yang terbatas itu digunakan dengan efektif dan efisien.
Untuk mengoptimalkan berhasilnya pengajaran bahasa arab, diperlukan manajemen yang terpadu. Dari mana harus dimulai? Jelas hal ini harus dimulai dari pucuk top manajer. Menurut R. Alec Mackenzie, ada tiga unsure dasar manajemen yang patut diingat, yaitu: pertama: unsure ide yang berkaitan dengan pemikiran konseptual dimana perencanaan merupakan bagian terpenting. Kedua: unsure sesuatu (think) yang berkaitan dengan administrasi. Ketiga: unsure manusia (people) yang berkaitan dengan cara bagaimana cara mengarahkan manusia (kepemimpinan).
Sekarang yang mana yang didahulukan, “sesuatu” “manusia”atau “ide”? Mahasiswa baru pada Fakultas Manajemen di Amerika dan Kanada menurut Mendonca, bila ditanya yang mana yang terpenting didalam manajemen. Mereka menjawab “uang” yang berarti sesuatu. Akan tetapi ternyata banyak bankyang mau menyerahkan uangnya namun kesulitan mendapatkan orang pintar untuk mengatur uang tersebut. Untuk mengatur uang tersebut diperlukan pokok-pokok pikiran (ide). Berarti ide itulah yang pertama dan utama, kemudian sesuatu dan selanjutnya manusia.

II.D. Tinjauan Paham Teologis dan Cultural Terhadap Manajemen Pendidikan bahasa Arab
Diskursus manajemen pendidikan bahasa arab tidak terlepas dari perbincangan tentang manajemen sumber daya manusia. Perbincangan tentang teologi dalam kaitannya dengan judul diatas adalah juga perbincangan tentang daya piker manusia menangkap dan memahami suatu signal transcendental dalam hubungannya dengan kiprah kinerja dan prestasi pembelajaran di dunia yang lazim disebut paham teologi. Hal yang sama juga terkait dengan dimensi budaya manusia, begitu pula dengan psikologi bahkan teori pendidikan bahasa asing yang akhir-akhir ini melahirrkan teori pendekatan yang disebut psycholinguistic approach yang mau tidak mau landasan filosofisnya berimbas ke pendidikan bahasa arab.
Menurut Harun Nasution ada asumsi yang mengatakan bahwa yang banyak berkembang di Indonesia adalah paham teologi jabariah yang tidak menyokong bagi peningkatan produktifitas. Oleh karena itu, jika produktifitas dan kinerja masyarakat kita terasa kurang meningkat maka yang patut disalahkan adalah pandangan teologi tersebut. Sejalan dengan itu, Prof. Mendonca dan Prof. Kanungo mengatakan bahwa ada pula asumsi yang menyatakan negara-negara sedang berkembang memiliki dimensi budaya yang kurang mendukung bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Hal ini disebabkan antara lain dianutnya paham yang berimplikasi fatalis.
Sebagian pakar menyimpulkan bahwa dimensi budaya kerja erat kaitannya dengan paham teologi bangsa atau kelompok masyarakat tertentu. Sementara dimensi budaya kerja tertentu memerlukan manajemen kerja yang sesuai. Dalam kaitannya dengan pendidikan bahasa arab, paham teologi yang dianut dan dimensi budaya yang dipegangi memerlukan manajemen kinerja pendidikan dan pengelolaan pembelajaran yang sesuai.
Hasil penelitian dari tahun 1998-2000 di Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah menunjukkan secara total masyarakat Indonesia memang berpreferensi cenderung ke paham teologi yang meyakini kehendak mutlak Tuhan yang kelihatannya berimplikasi agak ke Jabariah, dan tidak ada satu persen dari responden yang berfaham Qodariah murni. Sejalan dengan itu ditemukan juga adanya anutan dimensi lingkungan social budaya negara sedang berkembang yang tampak berimplikasi fatalistic agak tinggi seperti dipendensi dan paternalistik. Selanjutnya didua wilayah tersebut menunjukkan bahwa pandangan dimensi budaya responden secara total berdasarkan uji statistik berhubungan secara fungsional dengan paham teologi yang dianut.
Kecenderungan seseorang untuk mengakui kehendak mutlak Tuhan lalu dianggap agak fatalistic bisa jadi disebabkan karena keyakinannya dan keteguhannya dalam beragama yang sangat kental, karena seseorang dalam kesadaran imannya tidak ingin terjatuh pada tindakan dosa karena melanggar larangan Alloh, dan karena lingkungan sosio cultural yang mengitarinya.
Pada dasarnya kelebihan ajaran Islam terletak pada keseimbangan yang diajarkannya. Menjadi kaya raya dan menjadikan dunia dalam genggaman tangannya seyogyanya menjadi dambaan setiap Muslim, tetapi menjadikan kekayaan sebagai buah mata hati dan tujuan akhir dalam hidup ini adalah sesuatu yang patut ditolaknya. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa permasalahan etos kerja dalam Islam pada umumnya tampak biasa dilencengkan dan disalah tafsirkan karena penafsirannya terhadap al-Quran dan Hadis didasarkan pada pengertian bacaan secara literal dan setengah-setengah ketimbang hasil analisis sintesis akan jiwa dari ajaran Islam secara utuh.
Dalam kaitannya dengan manajemen pendidikan bahasa arab, bila produktifitas kerja atau hasil pembelajaran seseorang atau suatu komunitas seseorang hendak diteliti, maka beberapa factor hendaknya dipikirkan. Misalnya masalah motifasi kerja atau motifasi belajar yang melibatkan masalah konpensasi dalam ilmu manajemen memunculkan teori harapan (Expectancy Theory) atau masalah sikap dan kebijakan organisasi, guru, dan pimpinan. Bisa saja hubungan internal didalam diri dan diantara orang-orang yang terlibat didalam proses pembelajaran semua merupakan factor yang dapat mempengaruhi kinerja lembaga pendidikan atau hasil pembelajaran seseorang.
Temuan-temuan diatas berimplikasi perlunya suatu kajian teologi yang membumi berupa manajemen teologi dan yang menandaskan bahwa untuk meningkatkan kinerja akademika suatu lembaga pendidikan, sebagaimana juga dengan efektifitas pembelajaran seseorang, disarankan perlunya diterapkan manajemen kinerja dengan kepemimpinan dan keguruan yang nurturant dengan segala prosesnya sambil memperhatikan segi-segi penyesuaian budaya(cultural fit), atau nilai-nilai budaya yang dianut.
Nurturant taks dalam konteks Indonesia adalah suatu usaha bagi para pengelola, pengajar, atau pemimpin untuk berfungsi sebagai pendidik atau pemahat, pembentuk dengan segala syarat yang harus dimilikinya dan kasih saying serta kepeduliannya yang harus dilimpahkannya pada bawahannya atau muridnya, bukan sebagai petinggi yang bertindak sewenang-wenang. Bawahan atau murid pada masyarakat sedang berkembang, sebagaimana ditunjukkan hasil penelitian diatas biasanya dating dalam keadaan tidak bebas berfikir, selalu melihat kekuasaan mutlak ada diatas, ada jarak kekuasaan, kurang tegas, patneralistik. Bagi mereka seorang guru atau atasan adalah seorang pengayom, contoh, dan lambing kebijakan.2)
Dengan segala kasih sayangnya yang berniat untuk mengembangkan muridnya dan para pegawainya untuk dijadikan manusia-manusia yang maju, berkembang, seorang pemimpin atau guru yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diteladani, memberikan contoh-contoh tentang kebiasaan kerja dan belajar yang baik, serta gaya hidup yang mempesonakan dan penuh vitalis, tapi perlakuannya dalam hubungan dengan muridnya atau bawahannya perlu mendapat catatan tersendiri. Ia harus selalu siap memberikan peluang untuk ditanya, memunculkan dialog bersama sehingga mereka bersama dapat memikirkan dan menghasilkan kebenaran belajar dan kerja abadi melalui proses pemberdayaan dan proses pelatihan yang kontinyu.
Menurut Mc Clelland, pemberdayaan serta pelatihan-pelatihan dan pemberian motifasibelajar dan kerja perlu dilakukan dalam rangka pertumbuhan sikap hidup yang mendambakan prestasi (need of achievement) dalam setiap kerja

2) Ibid 150
yang ditekuni, demi untuk mengurangi sikap bergantung dan tidak gentar menghadapi rintangan dengan harapan dapat membuat dimensi budaya negatif tereliminir. Lebih lanjut, Clelland mengatakan bahwa perkembangan suatu bangsa terserah pada tinggi rendahnya kebutuhan pemimpin yang dimilikinya. Kebutuhan akan prestasi penting untuk meningkatkan motifasi yang sedikit demi sedikit dapat mengurangi kadar dari sikap fatalis yang dimiliki seseorang. Salah satu caranya adalah dengan memperbanyak pertemuan dan menghasilkan semacam pelatihan dan ini sangat mudah diaplikasikan dalam kontek masyarakat yang cenderung Jabariah. 3)
Ditinjau dari segi prespektif teologis dan cultural, kepedulian adalah salah satu kata kunci dalam manajemen pendidikan bahasa arab. Top manajer peduli pada pengelola menengah yang ada dibawahnya, pengelola menengah peduli pada staf dan pendidik di lapangan, dan para pendidik peduli pada peserta didik, serta peserta didik peduli terhadap apa yang ia pelajari.






















3)Ibid 153

BAB III
PENUTUP

Belum ada kesepakatan diantara para ahli tentang definisi manajemen.ada yang mengartikan manajemen itu sebagai kiat seperti yang dikatakan oleh Pieter F Druker, dan ada pula yang mengartikan manajemen sebagai ilmu seperti kata Luter Galick.
Ada lima unsure fungsi manajemen yang saling berkesinambungan yaitu: fungsi perencanaan, fungsi pengorganisasian, fungsi mengarahkan, dan fungsi pengawasan.
Untuk mengoptimalkan berhasilnya pengajaran bahasa arab di Indonesia, diperlukan suatu kerja sama yang baik diantara murid, guru, dan lingkungan. Seorang murid harus bersungguh-sungguh dalam belajar dengan cara memperbanyak membaca, menghafal, belajar, dan berlatih. Begitu pula dengan Guru, seorang Guru harus harus menumbuhkan suasana belajar yang menyenangkan, tidak membosankan, serta sering membuat contoh-contoh kalimat dan kata.
Selain kerja sama yang baik diantara murid, guru, dan lingkungan, juga diperlukan suatu metode penyampaian materi bahasa arab yang tepat, serta manajemen pengajaran yang lebih matang.




DAFTAR PUSTAKA

Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Radliyah Zaenuddin, Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab, Yogyakarta: Pustaka Rihlah Group, 2005.

Senin, 03 Mei 2010

Aliran Dalam Islam

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Setelah nabi wafat, pucuk kepemimpinan umat Islam dipegang oleh Abu Bakar Assidiq. Hal ini mengundang reaksi pada kelompok lain yang menganggap bahwa pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah pengganti nabi adalah tindakan yang sangat tergesa-gesa dan tanpa berunding dengan ahlul bait, keluarga dan para yang sedang sibuk dengan upacara pemakaman. Kelompok inilah yang merupakan cikal bakal berdirinya syiah.
Syiah baru benar-benar muncul ketika berlangsung peperanganantara Ali dan Muawiyah yang dikenal dengan nama perang siffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbitrase yang ditawarkan Muawiyah, pasukan Ali terpecah menjadi dua golongan, satu golongan menerima dan mendukung sikap Ali yang disebut dengan Syiah dan satu golongan lain menolak sikap Ali dan keluar dari pasukan Ali yang disebut Khawarij.
Sementara itu, terpecahnya kelompok Ali menjadi dua, muncul pula satu kelompok yang tidak mendukung Ali dan tidak pula menolaknya, kelompok ini disebut dengan Murjiah.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, penyusun merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang menjadi latar belakang kemunculan Khawarij ?
2. apa doktrin-doktrin pokok khawarij ?
3. Bagaimana perkembangan Khawarij ?
4. Apa pengertian dan asal usul golongan Murjiah ?
5. Apa doktrin-doktrin Murjiah ?
6. Apa sekte-sekte Murjiah ?
7. Apa pengertian dan latar belakang kemunculan Syiah ?
8. Apa sekte-sekte Syiah dan doktrin-doktrin pokoknya ?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang:
1. Latar belakang kemunculan Khawarij
2. Doktrin-doktrin pokok khawarij
3. Perkembangan Khawarij
4. Pengertian dan asal usul golongan Murjiah
5. Doktrin-doktrin Murjiah
6. Sekte-sekte Murjiah
7. Pengertian dan latar belakang kemunculan Syiah
8. Sekte-sekte Syiah dan doktrin-doktrin pokoknya

BAB II
PEMBAHASAN

A. LATAR BELAKANG KEMUNCULAN KHAWARIJ
Secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak.
Adapun yang dimaksud Khawarij dalam terminology Ilmu Kalam adalah suatu sekte atau kelompok atau aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam perang siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.
Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya pada pihak yang benar dan sah karena dibaiat oleh mayoritas umat Islam.
Ali menerima tipu daya licik Muawiyah karena mendapat desakan dari sebagian kecil pengikutnya, terutama ahli qurra seperti Al-Asyas bin Qais, Masud bin Fudaki At-Tamimi, dan Zaid bin Husein Ath-Thai.
Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damai (hakam) nya, tetapi orang-orang Khawarij menolaknya. Mereka beralasan bahwa Abdullah berasal dari kelompok Ali sendiri. Mereka mengusulkan Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitabullah. Keputusan tahkim sangat mengecewakan Khawarij. Pada saat itu pula orang-orang Khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju Hurura. Itulah sebabnya Khawarij disebut juga dengan Hururiah, Syurah (mengorbankan diri untuk kepentingan kendaraan Allah) , dan al-Mariqah (lepas).
Dengan arahan Abdullah AL-Kiwa, mereka sampai di Harura. Di tempat ini kaum Khawarij melanjutkan perlawanan kepada Muawiyah dan Ali. mereka mengangkat seorang pimpinan yang bernama Abdullah bin Shahab Ar-Rasyibi.

B. DOKTRIN – DOKTRIN KHAWARIJ
Diantara doktrin pokok khawarij adalah :
a. Kholifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam
b. Khalifah tidak harus dari keturunan Arab
c. Khalifah dipilih secara permanen selama bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman
d. Khalifah Abu Bakar, Umar, dan Usman sah tetapi, usman telah menyeleweng pada tahun ketujuh setelsh kekhalifahannya
e. Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi tahkim, ia dianggap telah menyeleweng
f. Muawiah, Amr bin Al- Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari dianggap menyeleweng dan kafir
g. Pasukan perang Jamal yang melawan Ali adalah kafir
h. Pelaku dosa besar adalah kafir dan harus dibunuh. Seorang muslim yang tidak mau membunuh muslim lain yang dianggap kafir juga kafir
i. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka, apabila tidak ia wajib diperangi
j. Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng
k. Orang yang baik masuk surga ,sedang yang jahat masuk neraka
l. Amar makruf nahi mungkar
m. Memalingkan ayat al-Quran yang mutasyabihat
n. Quran adalah makhluk
o. Manusia bebas memutuskan perbuatannya
Jika dianalisis secara mendalam, doktrin Khawarij dapat dikategorikan menjadi tiga kategori: politik (dari poin a sampai poin g), teologi (poin h dan k), dan social ( poin j sampai o)


C . PERKEMBANGAN KHAWARIJ
Subsekte Khawarij yang besar terdiri dari delapan subsekte, yaitu:
1. Al-Muhakkimah 5. Al-Ajariah
2. Al-Azriqah 6. As-Saalabiyah
3. An-Nadjat 7. Al-Abadiyah
4. Al-Baihasiyah 8. As-Sufriah

Menurut Harun Nasution, aliran yang dapat dikategorikan aliran Khawarij dapat diidentifikasi melalui beberapa indikasi, yaitu:
1. Mudah mengafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka walaupun orang itu adalah penganut ajaran Islam.
2. Islam yang benar adalah Islam yang mereka fahami dan amalkan, sedangkan Islam sebagaimana yang difahami dan diamalkan golongan lain adalah tidak benar.
3. orang-orang Islam yang tersesat dan menjadi kafir perlu dibawa kembali ke Islam kembali yang sebenarnya, yaitu Islam yang mereka fahami dan amalkan.
4. Karena pemerintahan dan ulama yang tidak sefaham dengan mereka adalah sesat, maka mereka memilih imam dari golongan mereka sendiri , yakni imam dalam arti pemuka agama dan pemuka pemerintahan.
5. mereka bersikap fanatik dalam faham dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan membunuh untuk mencapai tujuan mereka.
D. PENGERTIAN DAN ASAL USUL MURJIAH
Kata Murjiah berasal dari kata irja atau arjaa yang berarti penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Sedangkan yang dimaksud Murjiah disini adalah orang yang menunda penjelasan kedudukan orang yang bersengketa, yakni Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing kehari kiamat kelak.
Menurut sebagian teori yang berkembang, gagasan irja atau arja dikembangkan oleh sebagian sahabat untuk menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme.

E. DOKTRIN-DOKTRIN MURJIAH
Menurut Harun Nasution, doktrin teologi Murjiah adalah sebagai berikut:
a. Menundahukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-asyari yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah dihari kiamat kelak.
b. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
c. Meletakkan (pentingnya) iman daripada amal.
d. Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.

Menurut W. Montgomery Watt doktrin Murjiah adalah:
a. penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiah hingga Allah memutuskannya diakherat kelak.
b. Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat khulafaurrasidin.
c. Pemberiah harapan terhadap muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
d. Doktrin-doktrin Murjiah menyerupai pengajaran skeptis dan empiris dari kalangan helenis.

F. SEKTE-SEKTE MURJIAH
1. Jahmiyyah, kelompok Jahm bin Shafwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman dan kufur itu bertempat didalam hati.
2. Shalihiyah, kelompok abu Hasan Ash- Shalihi; berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Tuhan, sedangkan kufur adalah tidak tahu Tuhan Salat bukanlah ibadah kepada Tuhan. Ibadah adalah iman kepada-Nya dalam arti mengetahui Tuhan.
3. Yunusiah, pengikut Yunus As-Samary dan Ubaidiyah berpendapat bahwa maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang.
4. Hasaniah menyebutkan bahwa jika seseorang mengatakan,” Saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah babi ini,’ maka orang tersebut tetap mukmin,. Begitu pula orang yang mengatakan” saya tahu Tuhan mewajibkan naik haji ke ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah ka’bah di India atau tempat lain”.
5. As- samriyah, pengikut yunus As-Samari
6. Asy-Saubaniah, pengikut Abu Syauban
7. Al-Ghailaniyah, pengikut Abu marwan Al-Ghailan bin Marwan Ad-Dimasqy
8. An-Najariyah, pengikut Al-Husein bin Muhammad An-Najr
9. Al-hanafiah, pengikut Abu Haifah An-Nu’man
10. Asy-Syabibiyah, pengikut Muhammad bin Syabib
11. Al-Muaziyah, pengikut Muadz Ath-Thaumi
12. Al-Murisiyah, pengikut Basr Al-Murisy
13. Al-Karamiyah, pengikut Muhammad bin Karam As-Sijistany

G. PENGERTIAN DAN LATAR BELAKANG KEMUNCULAN SYIAH
Syiah secara bahasa berarti pengikut, pendukung, partai atau kelompok. Sedangkan secara istilah adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang spiritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW yang disebut ahl al-bait.
Syiah sudah muncul pada masa khulafauurasidin, namun mereka bergerak dibawah permukaan. Syiah baru muncul secara terang-terangan pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib yaitu ketika terjadi perang siffin antara Ali dan Muawiyah. Kelompok yang menerima tahkim inilah yang disebut dengan syiah.

H. SEKTE-SEKTE SYIAH DAN DOKTRINNYA
1. Syiah Sab’iyah
Istilah syiah sab’iyah dianalogikan dengan syiah isna asyariah. Istilah itu memberikan pengertian bahwa sekte syiah sab’iyah hanya mengakui tujuh imam, yaitu Ali, Hasan, Husein, Ali Zainal Abidin, Muhammad Al-Baqir, Ja’far As-Sadiq, dan Ismail bin Ja’far. Karena dinisbatkan pada imam ketujuh, Ismail bin Ja’far As-Sadiq, Syiah sabiyah isebut juga Syiah Ismailiyah.
Doktrin utama Syiah Sabiyah adalah:
a. Imam walaupun kelihatannya melakukan kesalahan dan menyimpang dari syariat, ia tidaklah menyimpang karena mempunyai pengetahuan yang tidak dimiliki manusia biasa.
b. Tuhan mengambil tempat pada diri imam.
c. Al-Quran memiliki makna batin dan makna dhahir.
d. Allah tidak mempunyai sifat

2. Syiah Zaidiyah
Disebut Zaidiyah karena sekte ini mengakui Zaid bin Ali sebagai imam kelima, putra imam keempat, Ali Zainal Abidin. Kelompok ini berbeda dengan sekte syiah lain yang mengakui Muhammad Al-Baqir, putra Zainal Abidin yang lain , sebagai imam kelima. Dari nama Zaid bin Ali inilah, nama Zaidiyah diambil. Syiah Zaidiyah merupakan sekte syiah yang moderat dan paling dekat dengan sunni.
Doktrin pokoknya adalah:
a. Imam yang mewarisi kepemimpinan nabi tidak ditentukan nama dan orangnya oleh nabi, tetapi hanya ditentukan sifat-sifatnya saja.
b. Khalifah Abu Bakar dan Umar adalah sah menurut pandangan Islam.
c. Orang yang melakukan dosa besar akan kekal dalam neraka jika belum bertobat dengan pertobatan yang sesungguhnya.
d. Menolak nikah mut’ah.
e. Menolak doktrin taqiyah (menyembunyikan keyakinan guna menghindari atau menjauhkan diri dari setiap jenis bahaya).
f. Memberikan selingan ungkapan hayya ‘ala khair al-amal dalam azan.
g. Takbir sebanyak lima kali dalam shalat jenazah.
h. Menolak sahnya mengusap muzah.
i. Menolak imam shalat yang tidak shaleh dan binatang sembelihan bukan muslim.

3. Syiah Ghulat
Istilah ghulat berasal dari kata ghala-yaglu ghuluw artinya bertambah dan naik. Syiah Ghulat adalah kelompok pendukung Ali yang memiliki sikap berlebih-lebihan atau ekstrim. Lebih jauh Abu Zahrah menjelaskan bahwa syiah ekstrim adalah kelompok yang menempatkan Ali pada derajat ketuhanan , dan ada yang mengangkat pada derajat kenabian, bahkan lebih tinggi daripada Muhammad.
Doktrin pokok Syiah Ghulat adalah:
a. Tanasukh, yaitu keluarnya roh dari satu jasad dan mengambil tempat pada jasad yang lain.
b. Bada’, yaitu keyakinan bahwa Allah mengubah kehendak-Nya, serta dapat memerintahkan suatu perbuatan kemudian memerintahkan yang sebaliknya.
c. Raj’ah (kedatangan imam Mahdi kebumi)
d. Tasbih (menyerupakan, mempersamakan imam dengan tuhan)
e. Hulul,yaitu Tuhan menjelma pada diri imam sehingga imam harus disembah.
f. Ghayba, yaitu kepercayaan bahwa imam mahdi itu ada didalam negeri ini dan tidak dapat dilihat oleh mata biasa.

4. Syiah Itsna Asy’ariah (Syiah Imamiyah)
Disebut Syiah Imamiah karena yang menjadi dasar aqidahnya adalah persoalan imam dalam arti pemimpin religio politik, yaitu Ali yang berhak menjadi khalifah karena ditunjuk oleh nas untuk mewarisi kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Ali adalah penerima wasiat nabi. Adapun penerima wasiat setelah Aliadalahketurunan dari garis fatimah.
Disebut itsna asy’riyah karena golongan ini mengakui dua belas imam, yaitu: Ali bin Abi Thalib, Hasan bin Ali, Husein bin Ali, Ali Zaenal Abidin, Muhammad Al-Baqir, Abdullah Ja’far Ash-Shadiq, Musa Al-kahzim, Ali ar-Ridha, Muhammad Al-Jawwad, Ali Al-Hadi, Hasan Al-Asykari, dan Muhammad Al-Mahdi.
Diantara doktrin-doktrin Syiah Imamiyah adalah:
a. Tuhan adalah Esa baik esensi maupun eksistensi-Nya.
b. Tuhan adalah qadim.
c. Tuhan tidak membutuhkan sesuatu
d. Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata biasa.
e. Tuhan menciptakan kebaikan dialam semesta ini merupakan keadilan.
f. Rasul merupakan petunjuk hakiki utusan Tuhan yang secara transenden diutus untuk memberikan acuan dalam membenakan yang baik dan yang burukdialam semesta. Tidak ada nabi atau rosul setelah Muhammad.
g. Adanya hari kiamat.
h. Berpijak pada delapan cabang agama, yaitu salat, puasa, haji, zakat, khumus atau pajak sebesar seperlima dari penghasilan, jihad, al-amru bi al-makruf, dan an-nahyu an-al-munkar.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Pada saat perang siffin,sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbitrase yang ditawarkan Muawiyah, kelompok Ali terpecah menjadi dua golongan yaitu yang mendukung Ali (Syiah) dan yang menolak sikap Ali (Khawarij).
2. Kelompok yang netral, tidak memihak dan tidak pula menolak Ali disebut kelompok Murjiah.
3. Khawarij dalam terminology Ilmu Kalam adalah suatu sekte atau kelompok atau aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam perang siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.
4. Murjiah dalam terminology Ilmu kalam adalah orang yang menunda penjelasan kedudukan orang yang bersengketa, yakni Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing kehari kiamat kelak.
5. Syiah dalam terminology Ilmu Kalam adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang spiritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW yang disebut ahl al-bait.


DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun,1986, Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah, Analisa perbandingan,Jakarta: UI Press.

Rozak, Abdul,dkk, 2003, Ilmu Kalam, Bandung: CV. Pustaka Setia.

Watt, Montgomery. W, 1992, Islamic Philoshopy and Theology: An Extendet Survey, Harrassowitz: Edinburrgh University.

Zahrah, Muhammad Abu, Tarikh Al-Madzahib Al-Islamiyah, Jeddah: Haramain.

i'jazul quran

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Quran sebagai kitabullah yang terakhir, diturunkan kepada Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi umat manusia. Al-Quran merupakan mukjizat terbesar yang diberikan kepada nabi terakhir Nabi Muhammad Saw.
Berbeda dengan mukjizat nabi-nabi terdahulu yang berbentuk materiil (terindera) seperti tongkat Nabi Musa, menyembuhkan orang buta dan menghidupkan orang mati dengan izin Allah bagi Nabi Isa, maka mukjizat Nabi Muhammad adalah berbentuk mukjizat aqliyah, mukjizat yang bersifat rasional, yang berdialong dengan akal manusia. Al-Quran dengan segala ilmu dan pengetahuan yang dikandungnya serta segala beritanya tentang masa lalu dan masa akan dating membuat betapapun majunya akal manusia tidak akan sanggup menandingi Quran.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, penyusun merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah definisi I’jazul Quran dan syarat-syarat kemukjizatan ?
2. Apakah aspek-aspek kemukjizatan Quran ?
3. Apa kadar kemukjizatan Quran ?
4. Apa kemukjizatan bahasa Quran itu ?
5. Apa kemukjizatan ilmiah Quran itu ?
6. Apa kemukjizatan tasyri’ Quran itu ?

C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang :
1. Definisi I’jazul Quran dan syarat-syarat kemukjizatan
2. Aspek-aspek kemukjizatan Quran
3. Kadar kemukjizatan Quran
4. Kemukjizatan bahasa Quran
5. Kemukjizatan ilmiah Quran
6. Kemukjizatan tasyri’

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI I’JAZUL QURAN DAN SYARAT-SYARAT KEMUKJIZATAN

a.Definisi I’jazul Quran
I’jaz (kemukjizatan) adalah menetapkan kelemahan. Kelemahan menurut pengertian umum adalah ketidak mampuan mengerjakan sesuatu, lawan dari kemampuan. Apabila kemukjizatan telah terbukti, maka nampaklah kemampuan mu’jiz (sesuatu yang melemahkan). Yang dimaksud I’jaz dalam pembicaraan ini ialah menampakkan kebenaran nabi dalam pengakuannya sebagai seorang rosul dengan menampakkan kelemahan orang arab untuk menghadapi mukjizatnya yang abadi, yaitu Quran, dan kelemahan generasi-generasi sesudah mereka. Dan mukjizat adalah sesuatu hal luar biasa yang disertai tantangan dan selamat dari perlawanan.

b. Syarat-syarat kemukjizatan
Adanya suatu mukjizat yang dapat diakui kebenarannya, serta manusia tunduk padanya, harus mengandung tiga syarat kemukjizatan :
Pertama, harus ada tantangan dengan mukjizat itu, sehingga mendorong pihak musuh untuk menentang dan mencobanya.
Tantangan untuk menandingi Quran dilontarkan Rosulullah kepada orang Arab melalui tiga tahap :
1. Menantang untuk membuat yang sama seperti Quran, dalam firman Allah :
“ Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa quran ini, nicaya mereka tidak akan tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka memjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (al-Isra’ : 88)

2. Menantang mereka untuk membuat sepuluh surat saja dari Quran, dalam firman Allah :
“ Ataukah mereka mengatakan : Muhammad telah membuat-buat Quran itu. Katakanlah : ‘(Jika demikian), maka datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar. Jika mereka (yang kamu seru itu) tidak menerima seruanmu itu, ketahuilah, sesungguhnya Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah.” (Hud: 13-14)
3. Menantang mereka dengan satu surat saja dari Quran, dalam firman Allah :
“ Atau (patutkah) mereka mengatakan, ‘Muhammad membuat-buatnya’. Katakanlah: ‘(Kalau benar yang kamu katakana itu)’ cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya’ .(Yunus: 38)

Kedua, harus mengandung unsur yang dapat mendorong pihak musuh untuk menentang, seperti mempertahankan kepercayaan-kepercayaan mereka, budaya nenek moyang yang telah turun temurun mereka ikuti, apa yang telah terbiasa menjadi system hidup mereka, dan tata cara sfrta ritus pergaulan mereka.
Ketiga,tidak ada penghalang bagi orang lain untuk menentangnya.

B. ASPEK – ASPEK KEMUKJIZATAN AL – QURAN


Mengenai aspek – aspek kemukjizatan Quran, terdapat berbagai pendapat di antara para tokoh Islam, yaitu : 3
1. Abu Ishaq Ibrahim an-Nizam, seoran tokoh Mu’tazilah dan pengikutnya dari kaum syiah seperti al-Murtada berpendapat bahwa kemukjizatan Quran adalah dengan cara sirfah (pemalingan).
Menurut an-Nizam, sirfah berarti Allah memalingkan orang-orang arab untuk menantang Quran . Padahal, mereka mampu menghadapinya.
Sedangkan menurut al-Murtada ialah bahwa Allah telah mencabut dari mereka ilmu-ilmu yang dipergunakan untuk menghadapi Quran agar mereka tidak mampu membuat yang seperti Quran.

Pendapat tentang sirfah ini ditolak dan batil karena menganggap kalam Alloh itu tidak mukjizat, melainkan sirfah itulah yang mukjizat.
Allah berfirman : “ Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa quran ini, nicaya mereka tidak akan tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka memjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (al-Isra’ : 88)
2. Para ahli bahasa arab berpendapat bahwa kemukjizatan Quran terdapat dalam segi balaghohnya yang tinggkat tinggi dan tidak ada yang menandinginya.
3. Sebagian yang lain berpendapat bahwa segi kemukjizatan Quran itu ialah karena ia mengandung badi’ yang sangat unik dan berbeda dengan apa yang telah dikenal dalam perkataan orang arab, seperti fasilah dan maqta’.
4. Golongan lain berpendapat, kemukjizatan Quran terletak pada pemberitaannya tentang hal-hal ghoib yang akan datang dan pemberitaannya tentang sesuatu yang terjadi sejak masa penciptaan mahluk.
Pendapat ini ditolak karena menuntut ayat-ayat yang tidak mengandung berita tentang hal-hal gaib yang akan datang dan yang telah lalu tidak mengandung mukjizat.
5. Pendapat lainnya menyatakan bahwa Quran itu mukjizat karena ia mengandung bermacam-macam ilmu dan hikmah yang sangat dalam.

Jadi, dapat dapat disimpulkan bahwa kemukjizatan Quran itu karena ia datang dengan lafad-lafad yang paling fasih, dalam susunan yang paling indah, dan mengandung makna yang paling valid, shahih, sepetti peng-Esaan Alloh,dan penyucian sifat-sifatnya .

3) Mudzakir, Studi Ilmu-ilmu Quran, 9Jakarta, PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2001) Hal. 374


C. KADAR KEMUKJIZATAN QURAN

Terjadi perbedaan pendapat mengenai kadar kemukjizatan Quran : 4
1. Golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa kemukjizatan itu berkaitan dengan keseluruhan Quran.
2. Sebagian ulama berpendapat bahwa kemukjizatan Quran terdapat pada sebagian kecil atau sebagian besar dari Quran, tanpa harus satu surat penuh.
3. Ulama lain berpendapat, kemukjizatan Quran itu cukup hanya dengan satu surat lengkap sekalipun pendek, atau dengan ukuran satui surat, baik satu surat atau beberapa ayat.
Namun demikian, kemukjizatan Quran tidak terdapat pada kadar tertentu karena kemukjizatan Quran dapat kita temukan pada bunyi huruf-hurufnya dan alunan kata-katanya, seperti halnya terdapat dalam ayat-ayat dan surat-suratnya.

D. KEMUKJIZATAN BAHASA
Para ahli bahasa Arab telah menekuni ilmu bahasa arab ini dengan segala fariasinya sejak bahasa itu tumbuh sampai remaja. Mereka mampu mengubah puisi dan prosa, kata-kata bijak dan masal yang tunduk pada aturan bayan dan diekpresikan dalam uslub-uslubnya yang memukau, dalam gaya hakiki dan majazi serta itnab dan ijaznya. Meskipun bahasa itu telah menungkat dan tinggi tetapi dihadapan Quran, dengan kemukjizatan bahasanya ia menjadi pecahan kecil yang tunduk pada uslub quran.
Kemukjizatan bahasa Quran dapat kita temukan pada keteraturan bunyinya yang indah melalui nada huruf-hurufnya. Kita juga dapat kemukjizatan Quran pada Lafad-lafadnya yang memenuhi hak setiap makna pada tempatnya. Tidak ada kelebihan dan kekurangan pada setiap lafad-lafadnya. Tidak ada satupun peneliti yang mengatakan perlu menambah suatu lafad karena ada kekurangan dan mengurangi suatu lafad karena ada kelebihan.
Kemukjizatan bahasa dapat kita temui juga pada macam-macam khitab dimana berbagai golongan manusia yang berbeda tingkat intelektualitas dapat memahami khitab itu sesuai dengan tingkatan akalnya, sehingga masing-masing dari mereka memandang cocok dengan tingkatan akalnyadan sesuai dengan keperluannya, baik dari golongan orang awam maupun para ahli.

Sifat Quran yang dapat memuaskan akal dan menyenangkan perasaan juga merupakan mukjizat. Quran dapat memenuhi perasaan , jiwa maupun pemikiran manusia secara sama dan berimbang.


4) Mudzakir, Studi Ilmu-ilmu Quran, 9Jakarta, PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2001) Hal. 378

E. KEMUKJIZATAN ILMIAH

Kemukjizatan ilmiah Quran bukanlah terletak pada pencakupannya akan teori-teori ilmiah yang selalu baru dan berubah serta merupakan hasil usaha manusia dalam penelitian dan pengamatan. Tetapi ia terletak pada dorongannya untuk berpikir dan mengunakan akal.
Orang yang mengatakan bahwa kemukjizatan ilmiah terletak pada teori-teori ilmiah merupakan berbuat kesalahan karena teori-teori ilmu pengetahuan itu selalu baru dan muncul seiring dengan kemajuan zaman. Ilmu pengetahuan selalu berada dalam kekurangan dan terkadang diliputi kesalahan, sebab masalah ilmu pengetahuan itu tunduk pada hukum kemajuan yang senantiasa berubah dan bahkan runtuh dari asas-asasnya.
Jadi, kemukjizatan Quran secara ilmiah ini terletak pada dorongannya kepada umat islam untuk berpikir disamping membukakan bagi mereka pintu-pintu pengetahuan dan mengajak mereka memasukinya, maju didalamnya, dan menerima segala ilmu pengetahuan baru yang mantap dan stabil. 5)

F. KEMUKJIZATAN TASYRI’
Manusia merupakan mahluk sosial yang dalam kehidupannya selalu membutuhkan dan dibutuhkan orang lain. Kerja samaantar sesama manusia merupakan tuntutan social yang harus dilakukan oleh umat manusia. Akan tetapi, manusia seringkali berbuat zalim terhadap sesamanya. Jika mereka dibiarkan tanpa aturan yang membatasi kehidupannya dan menjaga hak-hak dan kehormatannya, tentu kehidupan mereka akan kacau. Dengan demikian maka manusia harus mempunyai system dan tasyri’ (undang-undang) yang mengatur kehidupannya dan dapat mewujudkan keadilan diantara individu-individunya.
Quran merupakan dustur tasyri’ paripurna yang menegakkan kehidupan manusia diatas dasar konsep yang paling utama. Dan kemukjizatan tasyri’nya ini bersama dengan kemukjizatan ilmiah dan kemukjizatan bahasanya senantiasa eksis, untuk selamanya. Dan tidak seorangpun dapat mengingkari bahwa Quran telah memberikan pengaruh besar yang dapat megubah wajah sejarah dunia. 6)











5) Mudzakir, Studi Ilmu-ilmu Quran, 9Jakarta, PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2001) Hal. 389
6) Mudzakir, Studi Ilmu-ilmu Quran, 9Jakarta, PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2001) Hal. 399

BAB III
PENUTUP
• KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
• Al-Quran adalah mukjizat Nabi Muhammad Saw yang abadi sampai hari kiamat.
• I’jazul Quran ialah menampakkan kebenaran nabi dalam pengakuannya sebagai seorang rosul dengan menampakkan kelemahan orang arab untuk menghadapi mukjizatnya yang abadi, yaitu Quran, dan kelemahan generasi-generasi sesudah mereka.
• Kemukjizatan Quran tidak terdapat pada kadar tertentu karena kemukjizatan Quran dapat kita temukan pada bunyi huruf-hurufnya dan alunan kata-katanya, seperti halnya terdapat dalam ayat-ayat dan surat-suratnya.
• Kemukjizatan bahasa Quran dapat kita temukan pada keteraturan bunyinya yang indah melalui nada huruf-hurufnya,macam-macam khitab yang sesuai dengan golongan orang awam dan para ahli.
• Kemukjizatan Quran secara ilmiah terletak pada dorongannya kepada umat islam untuk berpikir disamping membukakan bagi mereka pintu-pintu pengetahuan dan mengajak mereka memasukinya, maju didalamnya, dan menerima segala ilmu pengetahuan baru yang mantap dan stabil.
• Quran merupakan dustur tasyri’ paripurna yang menegakkan kehidupan manusia diatas dasar konsep yang paling utama.

DAFTAR PUSTAKA

• Assuyuthi, Al-Itqon Fi Ulumil Quran. Jakarta: Haramain
• Al-Baqilani, Abu Bakar,I’jazul Quran. Jakarta: Haramain
• Hayyie, Abdul, Berinteraksi dengan Al-Quran. Jakarta: Gema Insani, 1999
• Mudzakir, Studi Ilmu-Ilmu Quran. Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2001
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Setelah masalah penelitian dirumuskan, maka langkah kedua dalam proses penelitian (kuantitatif) adalah mencari teori-teori, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian. Setiap penelitian yang kita laksanakan haruslah berlandaskan pada teori yang sesuai dengan topik atau permasalahan yang kita teliti agar penelitian yang kita lakukan mempunyai dasar yang kuat dan tidak sekedar asal-asalan.
Semua penelitian adalah bersifat ilmiah, oleh karena itu seorang peneliti harus berpegang pada teori.
Teori dapat kita peroleh dengan membaca dan menelaah setuntas mungkin bebbagai buku, jurnal ilmiah, majalah, tesis dan sumber-sumber lain yang sesuai agar kitadapat menegakkan landasan yang kokoh bagi langkah-langkang kita selanjutnya.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penyusun merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian teori?
2. Apa kegunaan teori dalam penelitian ?
3. Apa fungsi teori ?
4. Apa deskripsi teori ?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan pembahasan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengertian teori
2. Kegunaan teori dalam penelitian
3. Fungsi teori
4. Deskripsi teori







LANDASAN TEORI
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TEORI
Kerlinger mengemukakan bahwa teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang menyajikan gejala (fenomena) secara sistematis, merinci hubungan antara variable-variabel, dengan tujuan meramalkan dan menerangkan gejala tersebut.
Didalam definisi teori yang dikemukakan oleh Kerlinger tersebut terdapat tiga konsep, yaitu:
1. Teori merupakan suatu set proposisi yang terdiri atas konsep-konsep yang berhubungan
2. Teori memperlihatkan hubungan antarvariabel atau antar konsep yang menyajikan suatu pandangan yang sistematik tentang fenomena.
3. Teori haruslah menjelaskan variabelnya itu berhubungan.
Esensi (inti) definisi teori ialah bahwa teori itu haruslah menjelaskan adanya hubungan antarvariabel yang satu dengan variable yang lain. Hubungan antarvariabel itu harus memperlihatkan sifat ilmiah teori yaitu sifat logisdan bukti empiris.oleh karena itu, suatu teori ilmiah harus menjelaskan hubungan logis antarvariabel dan hubungan logis tersebut harus dapat dibuktikan secara empiris.
Mark 1963, dalam (Sitirahayu Haditono, 1999), membedakan adanya tiga macam teori. Ketiga teori yang dimaksud ini berhubungan dengan data empiris. Dengan demikian dapat dibedakann antara lain:
1. Teori yang deduktif, memberi keterangan yang dimulai dari suatu perkiraan atau pikiran spekulatif tertentu kearah data akan diterangkan.
2. Teori yang induktif, cara menerangkan adalah dari data kearah teori.
3. Teori yang fungsional, disini nampak suatu interaksi pengaruh antara data dan perkiraan teoritis.

B. KEGUNAAN TEORI DALAM PENELITIAN
Kegunaan teori dalam kegiatan penelitian adalah:
a. Teori membatasi cakupan fakta yang harus kita pelajari
b. Teori dapat digunakan untuk meramalkan fakta lebih lanjut yang harus ditemukan.
c. Teori sebagai stimulan dan panduan untuk mengembangkan pengetahuan.
d. Teori mengidentifikasi factor yang rumit
C. FUNGSI TEORI
Fungsi teori yaitu:
a. Sebagai identifikasi awal dari masalah penelitian dengan menampilkan kesenjangan, bagian-bagian yang lemah, dan ketidak sesuaiannya dengan penelitian-penelitian terdahulu. Fungsi ini memberikan suatu kerangka konsepsi penelitian dan memberikan alas an perlunya penyelidikan.
b. Untuk mengumpulkan semua konstruk atau konsep yang berkaitan dengan topik penelitian. Kemudian melalui teori kita dapat membuat pertanyaan-pertanyaan yang terinsi sebagai pokok masalah penyelidikan.
c. Untuk menampilkan hubungan antara variable-variabel yang telah diselidiki. Melalui proses ini kita dapat membandingkan topik penelitian dengan penemuan-penemuan terdahulu.
Sementara itu, Sugiyono (2007) mengemukakan bahwa secara umum teori mempunyai tiga fungsi, yaitu: pertama, menjelaskan (explanation). Digunakan untuk memperjelas dan mempertajam ruang lingkup atau konstruk variable yang akan diteliti. Kedua, meramalkan (prediction). Digunakan untuk merumuskan hipotesis dan menyusun instrumen penelitian, karena pada dasarnya hipotesis itu merupakan pernyataan yang bersifat prediktif. Ketiga, pengendalian (control). Digunakan mencandra dan membahas hasil penelitian sehingga selanjutnya digunakan untuk memberikan saran dalam upaya pemecahan masalah.
Contoh: mengapa pendidikan agama pada anak SD kurang berhasil ? dapat dijawab dengan teori yang berfungsi menjelaskan. Setelah pendidikan agama pada anak SD kurang berhasil, bagaimana akibatnya terhadap perilaku keagamaan anak SD ? dijawab dengan teori yang berfungsi meramalkan. Apa langkah-langkah yang ditempuh supaya pendidikan agama pada anak Sd dapat berhasil? Dijawab dengan teori yang berfungsi mengendalikan.

D. DESKRIPSI TEORI
Deskripsi teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis tentang teori dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan variabel yang diteliti. Teori yangdigunakan bukan sekedar pendapat dari pengarang, pendapat penguasa, tetapi teori yang betul-betul telah teruji kebenarannya secara empiris. Jumlah kelompok teori yang perlu dideskripsikan tergantung pada luasnya permasalahan dan pada jumlah variable yang diteliti. Kalau variable yang diteliti ada enam, maka jumlah teori yang dikemukakan juga ada enam.
Deskripsi teori berisi tentang penjelasan terhadap variable-variabel yang diteliti melalui pendefinisian dan uraian yang lengkap dan mendalam dari berbagai referensi, sehingga ruang lingkup, kedudukan dan prediksi terhadap hubungan antar variabelyang akan diteliti menjadi lebih jelas dan terarah.
Pendeskripsian teori akan memberikan gambaran apakah peneliti menguasai teori dan kontek yang diteliti atau tidak.
Langkah-langkah untuk dapat melakukan pendeskripsian teori adalah sebagai berikut:
1. Tetapkan nama variable yang diteliti, dan jumlah variabelnya.
2. Cari sumber-sumber bacaan (buku, kamus, ensiklopedi, journal ilmiah, laporan penelitian, Skripsi, Tesis, Disertasi)yang sebanyak-banyaknyadan yang relevan dengan setiap variable yang diteliti.
3. Lihat daftar isi setiap buku, dan pilih topik yang relevan dengan setiap variable yang akan diteliti . (untuk referensi yang berbentuk laporan penelitian, lihat judul penelitian, permasalahan, teori yang digunakan, tempat penelitian, sample sumber data, teknik pengumpulan data, analisis, kesimpulan dan saran yang diberikan).
4. Cari definisi setiap variable yang akan diteliti pada setiap sumber bacaan, bandingkan antara satu sumber dengan sumber yang lain, dan pilih definmisi yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.
5. Baca seluruh isi topik buku yang sesuai dengan variable yang akan diteliti, lakukan analisa, renungkandan buatlah rumusan dengan bahasa sendiri tentang isi setiap sumber data yang dibaca.
6. Deskripsikan teori-teori yang telah dibaca dari berbagai sumber kedalam bentuk tulisan dengan bahasa sendiri. Sumber-sumber bacaan yang dikutip atau yang digunakan sebagai landasan untuk mendeskripsikan teori harus dicantumkan.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kerlinger mengemukakan bahwa teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang menyajikan gejala (fenomena) secara sistematis, merinci hubungan antara variable-variabel, dengan tujuan meramalkan dan menerangkan gejala tersebut
Kegunaan teori dalam kegiatan penelitian adalah: teori membatasi cakupan fakta yang harus kita pelajari, teori dapat digunakan untuk meramalkan fakta lebih lanjut yang harus ditemukan, teori sebagai stimulan dan panduan untuk mengembangkan pengetahuan dan teori mengidentifikasi factor yang rumit
Fungsi teori adalah sebagai identifikasi awal dari masalah penelitian dengan menampilkan kesenjangan, bagian-bagian yang lemah, dan ketidak sesuaiannya dengan penelitian-penelitian terdahulu, untuk mengumpulkan semua konstruk atau konsep yang berkaitan dengan topik penelitian dan untuk menampilkan hubungan antara variable-variabel yang telah diselidiki.
Sementara itu; Sugiyono (2007) berpendapat bahwa teori secara umum mempunyai tiga fungsi, yaitu fungsi menjelaskan, fungsi meramalkan dan fungsi pengendalian.
Deskripsi teori adalah teori-teori yang relevan yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang variable yang akan diteliti, serta sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang diajukan, dan penyusunan instrumen penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Sevilla, Consuelo G, dkk, Pengantar Metode Penelitian, Jakarta: UI Press, 1993.
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2001.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2007.

Rabu, 14 April 2010

Kitab Tanqih al-Qawl

A. IDENTITAS KITAB
Kitab Tanqih al-Qawl al-Hathith fi Sharh Lubab al-Hadith adalah sebuah kitab karya al-Shaykh Muhammad Nawawi bin Umar al-Bantani al-Jawi. Kitab ini merupakan sharh dari kitab Lubab al-Hathith karya al-Hafiz Jalal ad-Din Abd al-Rahman Ibn Abi Bakar as-Suyuti (849-911 H).
Kitab Tanqih al-Qawl al-Hathith fi Sharh Lubab al-Hadith ini diterbitkan oleh penerbit Maktabah Dari Ihya’ al-Kutub al-Arabiyyah Indonesia dengan jumlah halaman sebanyak 64 halaman, dan dengan susunan kitab matan (kitab Lubab al-Hadith) berada dipinggir halaman, dan kitab sharh (Tanqih al-Qawl al-Hathith ) berada ditengah halaman.

B. BIOGRAFI PENULIS KITAB
Nama lengkap Syaykh Nawawi adalah Abu Abd Allah al-Mu’thi Muhammad Nawawi bin Umar al-Tanari al-Jawi. Lahir didesa tanara , kecamatan Tirtayangasa , Serang, Banten, Jawa Barat, tahun 1813 M.
Sejak kecil, Syaykh Nawawi diarahkan oleh ayahnya, KH Umar bin Arabi menjadi seorang ulama. Setelah mendidik langsung putranya, KH. Umar yang sehari-harinya menjadi penghulu kecamatan Tanara mengarahkan Nawawi kepada KH. Sahal (ulama terkenal di Banten). Usai dari Banten, Nawawi melanjutkan pendidikanyya kepada ulama besar Purwakarta, K. Yusuf.
Ketika berusia lima belas tahun bersama kedua orang saudaranya, Nawawi pergi ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji. Tapi, setelah musim haji selesai, Ia tidak langsung kembali ketanah air. Dorongan menuntut ilmu menyebabkan ia bertahan di Kota Suci Makkah untuk menimba ilmu kepada ulama-ulama besar seperti Syaykh Ahmad Khatib Sambas (imam Masjidil Haram), Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni, Syaykh Nahrawi, Syaykh Ahmad Dimyati, Ahmad Zaini Dahlan, Muhammad Khatib Hambali, dan Syaykh Abdul Hamid Daghestani.
Tiga tahun lamanya ia menggali ilmu dari ulama-ulama Makkah. Setelah merasa bekal ilmunya cukup, segeralah ia kembali ketanah air. Ia lalu mengajar dipesantren ayahnya. Namun, kondisi tanah air agaknya tidak menguntungkan pengembangan ilmunya. Saat itu, hampir semua ulama Islam mendapat tekanan dari penjajah Belanda. Keadaan itu tidak menyenangkan hati Nawawi. Lagi pula, keinginanyya menuntut ilmu begitu berkobar. Akhirnya, kembalilah Nawawi ketanah Suci.
Kecerdasan dan ketekunannya menjadikan ia salah satu murid yang terpandang di Masjidil Haram. Ketika Syaykh Ahmad Khatib Sambas udzur menjadi imam masjidil Haram, Nawawi ditunjuk menggantikannya. Sejak saat itulah ia menjadi imam Masjidil Haram dengan panggilan Syaykh Nawawi al-Jawi. Selain menjadi imam, ia juga mengajar dan menyelenggarakan halaqah (diskusi ilmiah) bagi murid-muridnya yang datang dari berbagai belahan dunia.
Diantara muridnya yang berasal dari Indonesia adalah KH. Kholil madura, KH. Asnawi Kudus, K.H. Tubagus Bakri, K.H. Arsyangad Thawil dari Banten dan K.H. Hasyim Asy’ari dari Jombang. Mereka inilah yang kemudian hari menjadi ulama-ulama terkenal ditanah air.
Sejak 15 tahun sebelum wafatnya, Syaykh Nawawi sangat giat dalam menulis buku. Akibatnya, ia tidak memiliki waktu lagi untuk mengajar. Ia termasuk penulis yang produktif dalam melahirkan kitab-kitab mengenai berbagai persoalan agama. Diantara karya-karya beliau adalah: Tafsir Marah Labid, Atsimar al-Yaniah fi al-Riyadoh al-Badiah, Fath al-Majid Sharh al-durr al-Farid fi ‘Aqaid Ahl al-Tauhid, Mirqad Su’ud al-Tasdiq fi Sharh Sullam al-Tawfiq, Nasa’ih al-Ibad, Nur al-Zulam, Qami’ al-Tughyan, Tanqih al-Qawl, Qatr al-Ghayth, Madarij al-Su’ud, tafsir al-Munir, Sullam al-Munajah, Nihayah al-Zain, Salalim al-Fudola’, Bidayah al-Hidayah, Al-Ibriz al-Dani, Bughyah al-Awam, Futuh al-Samad, al-Aqdu Samin, dan lain-lain.
Syaykh Nawawi al-Bantani wafat dalam usia 84 tahun di Syangeib A’li, sebuah kawasan di pinggiran kota Makkah, pada tanggal 25 Syawwal 1314H/ 1897M.
Diantara karomah beliau adalah, saat menulis Syarah kitab Bidayah al-Hidayah (karya Imam al-Ghozali), lampu minyak beliau padam, padahal saat itu sedang dalam perjalanan dengan sekedup onta. Beliau berdoa, bila kitab ini dianggap penting dan bermanfaat bagi kaum Muslimin, mohon kepada Alloh SWT untuk memberikan sinar agar bias melanjutkan menulis. Tiba-tiba jempol kaki beliau mengeluarkan api, bersinar terangdan beliau melanjutkan menulis. Karomah yang lain nampak saat beberapa tahun setelah beliau wafat, makamnya akan dibongkar oleh pemerintah untuk dipindahkan tulang belulangnya dan liang lahatnya akan ditumpuki jenazah lain. Saat itulah petugas mengurungkan niatnya, sebab jenazah beliau masih utuh beserta kafannya walaupun sudah bertahun-tahun.


C. ANALISIS ISI KITAB
Kitab Tanqih al-Qawl al-Hathith fi Sharh Lubab al-Hadith adalah merupakan sharh dari kitab Lubab al-Hathith yang membahas tentang hadis-hadis fadoilul al-a’mal. Kitab ini lebih banyak membahas tentang keutamaan suatu amal, seperti keutamaan wudu, keutamaan salat berjamaah, keutamaan bertasbih, dan lain-lain.
Diantara isi kitab tersebut membahas tentang keutamaan ilmu dan ulama :
البا ب الاول في فضيلة العلم. قال الله تعالى- شهد الله انه لااله الا هو والملا ئكة واول العلم قائما بالقسط- فانظر كيف بداء سبحا نه وتعالى بنفسه وثنى بالملا ئكة وثلث باهل العلم وناهيك بهذا شرفا وفضلا . قال النبي صلى الله عليه وسلم لابن مسعود ...........الخ
Dalam firman-Nya Surat Ali Imron:18, Alloh menyebut ahli ilmu setelah memulai dengan diri-Nya dan para malaikat. Hal ini menunjukkan bahwa betapa mulia dan utamanya ilmu dan orang yang berilmu.
Menuntut ilmu dimajlis pengajian satu jam diwaktu malam atau siang tanpa membawa pulpen dan tidak mencatat apa yang diajarkan, adalah lebih baik pahalanya dari pada memerdekakan seribu budak atau hamba sahaya atau wanita amat. Kemudian memandang wajah orang alim karena rasa cinta, adalah lebih baik dari pada bersedekah seribu unta dijalan Alloh berjihad melawan orang-orang kafir dalam menegakkan agama Alloh ta’ala. Dan mengucapkan salam kepada orang ‘alim, adalah lebih baik dari pada beribadah seribu tahun.
Rosulullah SAW bersabda kepada Ibn Masud:
يا ابن مسعود جلوسك ساعة في مجلس العلم لاتمس قلما ولا تكتب حرفا خير لك من عتق الف رقبة وانظرك الى وجه العالم خير لك من الف فرش تصدقت بها في سبيل الله وسلامك على العالم خير لك من عبادة الف سنة
Artinya ; “ hai ibnu Masud, dudukmu satu jam dimajlis ilmu yang engkau tidak menyentuh pulpen dan tidak menulis satu huruf saja, adalah lebih baik bagimu dari pada memerdekakan seribu budak. Dan memandangmu pada muka orang alim adalah lebih baik bagimu daripada bersedekah seribu kuda dijalan Allah, dan salammu kepada orang alim adalah lebih baik daripada beribadah seribu tahun”.

Seorang yang ‘alim dalam ilmu Syari’ah yang wirai adalah lebih berat bagi syaiton untuk menggodanya dari pada seribu orang yang ahli dan tekun beribadah tetapi tidak berilmu dan wirai. Hal ini karena sewaktu syaiton itu membuka pintu hawa nafsu untuk manusia dan kelezatan syahwat didalam hati mereka antara seorang faqih yang arif syaiton lebih berat menggodanya, lalu ia menutup pintu itu dan merasa menyesal dan rugi. Lain halnya seorang ahli ibadah yang bodoh, dia sekalipun sibuk beribadah namun dia berada pada tali-tali syaiton sedangkan dia tidak tahu. Demikian faedah yang dikemukakan al-Azizi mengutip dari at-Thibi. Dan dalam riwayat Turmudzi dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas: “seorang faqih lebih berat bagi syaiton dari pada seribu orang ahli ibadah”.
فقيه واحد متورع اشد على الشيطان من الف عابد مجتهد جاهل ورع

Seorang ‘alim yang mengamalkan ilmunya adalah lebih utama dari pada ahli ibadah yang bodoh bagaikan keutamaan bulan dimalam purnama atas seluruh bintang-bintang. Yang dimaksud keutamaan disini adalah keutamaan banyaknya pahala yang diberikan oleh Alloh kepada hambanya diakherat dari tingkatan surga dan kenikmatannya, makanannya, dan minumannya. Juga apa saja yang diberikan oleh Alloh pada hamba dari kedudukan dekatnya kepada Alloh dan kelezatan memandang kepada-Nya serta mendengarkan pembicaraan-Nya.
Dalam suatu riwayat oleh Turmudzi dari Abu Umamah disebutkan keutamaan seorang alim atas para ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas orang yang dibawahku. Maksudnya bahwa kemuliaan seorang alim disbanding dengan keutamaan ahli ibadah adalah seperti kemuliaan Nabi Saw.atas kemuliaan orang yang yang dibawah Nabi yaitu sahabat.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
فضل العا لم على العا بد كفضل القمر ليلة البدر على سائر الكواكب
Artinya: Keutamaan seorang ‘alim atas ahli ibadah bagaikan keutamaan bulan dimalam purnama atas seluruh bintang-bintang.
فضل العا لم على العا بد كفضلى على أمتى
Artinya: “ barang siapa berpindah (pergi) menuntut ilmu maka dosanya diampuni sebelum ia melangkah”

Orang yang berpindah atau pergi baik dengan jalan kaki atau naik kendaraan dari suatu tempat tinggalnya ketempat yang lain untuk menuntut ilmu dari ilmu-ilmu syariat, maka dosa –dosa kecilnya yang sudah lalu diampuni sebelum ia melangkahkan kakinya dari tempat tinggalnya, jika bertujuan untuk mencari keridaan Allah Ta’ala.
من انتقل يتعلم علما غفرله قبل ان يخطو
Ulama yang dimuliakan adalah alim ilmu-ilmu syara’ dan mengamalkan ilmunya dengan mengagungkan dan berbuat kebaikan berupa ucapan atau perbuatan. Mereka itu adalah orang-orang yang dipilih oleh Alloh dan dimuliakan para malaikat.



Orang yang memuliakan orang alim maka ia seperti memuliakan Nabi Muhammad karena orang alim adalah kekasih Nabi Muhammad, dan barang siapa memuliakan Nabi Muhammad maka ia memuliakan Allah karena Nabi Muhammad adalah kekasih Allah, dan orang yang memuliakan Allah maka tempat kembalinya adalah surga sebab surga itu tempat tinggal para kekasih Allah SWT.
Nabi SAW bersabda:
من اكرم عا لما فقد اقرمني ومن اكرمني فقد اكرم الله ومن اكرم الله فمأواه الجنة

Artinya: “Barang siapa yang memuliakan orang alim maka ia memuliakan aku, dan barang siapa yang memuliakan aku maka ia memuliakan Allah,dan barang siapa memuliakan Allah maka tempat kembalinya adalah surga”.

اكرموا العلماء فانهم ورثة الانبياء فمن اكرمهم فقد اكرم الله ورسوله
Artinya: “Hendaklah kamu semua memuliakan para ulama karena mereka itu adalah pewaris para nabi. Maka barang siapa memuliakan mereka berarti memuliakan Allah dan rasul-Nya.

Tidur orang alim yang menjaga tata kesopanan ilmu itu lebih utama daripada orang bodoh yang tidak mengetahui tata kesopanan beribadah. Dalam satu riwayat oleh Abu Nuaim dari Salman dengan isnad yang daif bahwa tidur atas ilmu adalah lebih baik daripada salat atas kebodohan, karena dapat diduga ibadahnya menjadi batal. Sebagaimana dikatakan oleh Dlarar bin al-Azwar al-Shahabi: siapa beribadah kepada Allah dengan kebodohan, maka kesukarannya lebih banyak daripada kebenaran yang dilakukan. Juga sebagaimana dikatakan Wailah bin al-Asqa: “Orang beribadah tanpa fiqh bagaikan keledai yang tergilas”.



D. SISTEMATIKA PENULISAN KITAB
Kitab Tanqih al-Qawl al-Hathith adalah mensharahi kitab lubab al-Hadith. Kitab ini disusun dengan system bab yang terdiri dari 40 bab. Adapun bab-bab yang terdapat dalam kitab Tanqih al-Qawl adalah sebagai berikut:
1. Al-bab al-awwal fi fadilah al-ilm wa al-ulama (keutamaan ilmu dan ulama)
2. Al-bab as thani fi fadilah la ilaha illa Alloh (Laa Ilaaha Illallah)
3. Al-bab as-salith fi fadilah bismillahirrahmanirrahim (keutamaan bismillah)
4. Al-bab ar-rabi’ fi fadilah as-salatu ala an-nabi sallawwahu alaihi wa sallam (keutamaan salawat atas nabi SAW)
5. Al-bab al-komis fi fadilah al-iman (keutamaan iman)
6. Al-bab as-sadis fi fadilah al-wudu’ (keutamaan Wudlu’)
7. Al-bab as-sabi’ fi fadilah as-siwak (keutamaan Siwak)
8. Al-bab as-samin fi fadilah al-adhan (keutamaan adhan)
9. Al-babat- tasi’ fi fadilah solah al-jamaah (keutamaan salat berjamaah)
10. Al-bab al-‘asir fi fadilah al-jumat (keutamaan jum’at)
11. Al-babal-hadi ‘asar fi fadilah al-masajid (keutamaan Masjid)
12. Al-bab al-sani ‘asar fi fadilah al-‘amaim (keutamaan bersurban)
13. Al-bab al-salisa ‘asar fi fadilah as-soum (keutamaan puasa)
14. Al-bab al-rabi’a ‘asar fi fadilah al-faridoh (keutamaan ibadah fardu)
15. Al-bab al-khomisa ‘asar fi fadilah as-sunan (keutamaan ibadah sunah)
16. Al-bab al-sadisa ‘asar fi fadilah az-zakat (keutamaan zakat)
17. Al-bab al-sabi’a ‘asar fi fadilah as-sodaqoh (keutamaan sodaqoh)
18. Al-bab al-samina ‘asar fi fadilah as-salam (keutamaan salam)
19. Al-bab al-tasi’a ‘asar fi fadilah ad-du’a’ (keutamaan doa)
20. Al-bab al-‘isruna fi fadilah al-istighfar (keutamaan istigfar)
21. Al-bab al-hadi wa al-‘isruna fi fadilah dhikrulloh ta’ala (keutamaan berdzikir kepada Allah Taala)
22. Al-bab al-sani wa al-‘isruna fi fadilah at-tasbih (keutamaan bertasbih)
23. Al-bab al-salis wa al-‘isruna fi fadilah at-tawbah (keutamaan taubat)
24. Al-bab al-rabi’ wa al-‘isruna fi fadilah al-faqr (keutamaan fakir)
25. Al-bab al-khomis wa al-‘isruna fi fadilah an-nikah (keutamaan nikah)
26. Al-bab al-sadis wa al-‘isruna fi at-tasdid ala azzina (beratnya zina)
27. Al-bab al-sabi’ wa al-‘isruna fi at-tasdid ala al-liwat (beratnya homoseksual)
28. Al-bab al-samin wa al-‘isruna fi man’I surb al-khomr (larangan meminum khamr)
29. Al-bab al-tasi’ wa al-‘isruna fi fadilah ar-ramyi (keutamaan memanah)
30. Al-bab a- salasun fi fadilati birru al- walidain (keutamaan berbakti kepada orang tua)
31. Al-bab ihda wa al-salasun fi fadilati tarbiyah al-awlad (keutamaan mendidik anak)
32. Al-bab al-sani wa al-salasun fi fadilati at-tawadu’ (keutamaan tawadu’)
33. Al-bab al-salis wa al-salasun fi fadilati as- sumt (keutamaan pendiam)
34. Al-bab al-rabi’ wa al-salasun fi fadilati al-iklal min al-akl wa an-nawm wa al-rahah (keutamaan menyedikitkan makan, minum dan menganggur)
35. Al-bab al-khomis wa al-salasun fi fadilati al-iklal min ad-dohk (keutamaan menyedikitkan tertawa)
36. Al-bab al-sadis wa al-salasun fi fadilati ‘iyadah al-marid (keutamaan menjenguk orang sakit)
37. Al-bab al-sabi’ wa al-salasun fi fadilati dikr al-mawt (keutamaan mengingat mati)
38. Al-bab al-samin wa al-salasun fi fadilati dikr al- qobr wa ahwalih (keutamaan mengingat kubur)
39. Al-bab al-tasi’ wa al-salasun fi man’u an-niyahah ala al-mayyit (larangan meratapi mayyit)
40. Al-bab al-arba’un fi fadilati as-sobr ‘inda al-musibah (keutamaan sabar ketika tertimpa musibah)
E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KITAB
a. Kelebihan Kitab
1. Disajikan dalam bentuk bahasa yang ringkas, padat dan mudah difaham sehingga sangat cocok untuk dipelajari
2. Banyak menggunakan hadis-hadis Shaheh
3. Disusun secara sistematis dalam bentuk bab-bab sehingga mudah mempelajarinya

b. Kekurangan kitab
1. Sanadnya tidak disebutkan (digugurkan)
2. Terdapat beberapa Hadis Dhoif
3. Tidak disebutkan criteria hadisnya

shalawat wahidiyyah

PENGANTAR
Kondisi akhlak umat Islam pada akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan. Kriminalitas terjadi dimana-mana, korupsi merajalela, dan pengaruh budaya asing yang bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Ditengah kondisi ahklak yang rusak tersebut, diperlukan ajaran tasawuf yang berfaedah untuk mengendalikan ahklak manusia agar selalu berada dijalan-Nya serta mengamalkan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Salah satu tasawuf alternatif yang berguna untuk membangun ahklak umat adalah Shalawat Wahidiyah. Shalawat Wahidiyah ini berfungsi untuk menjernihkan hati dan ma’rifat billah wa rosulihi.

A. Shalawat Wahidiyah
Shalawat Wahidiyah didirikan oleh KH. Abdul Madjid Ma’roef. Ia adalah putra dari KH. Muhammad Ma’roef, pendiri pesantren Kedunglo Kediri. Shalawat Wahidiyah ini didirikan pada tahun 1956 yang dilatar belakangi oleh keprihatinan KH. Abdul Madjid Ma’roef terhadap kondisi ahklak umat yang semakin merosot.
Pada tahun 1959 inilah KH. Abdul Madjid Ma’roef mendapatkan alamat yang berupa mimpi yang isinya memerintahkan kepada beliau untuk mengamalkan Shalawat Wahidiyah . pada tahun 1963 KH. Abdul Madjid Ma’roef kembali mendapatkan alamat yang kedua dan ketiga yang disertai ancaman apabila tidak mengamalkan Shalawat Wahidiyah.
Susunan Shalawat Wahidiyah tidak sekaligus sempurna seperti yang kita lihat sekarang, tetapi melalui tahapan-tahapan yang disesuaikan dengan kondisi umat pada saat itu. Dan pada tahun 1981 susunan Shalawat Wahidiyah telah sempurna.
Shalawat Wahidiyah sendiri adalah seluruh rangkaian amalan yang tertulis dalam lembaran Shalawat Wahidiyah dan ditambah dengan etika ketika mengamalkan Shalawat Wahidiyah.
Sedangkan nama Wahidiyah sendiri berasal dari salah satu nama Allah al A’dzom yaitu al-Wahidu. Kata al-Wahidu tersebut telah tertuang dalam permulaan shalawat Wahidiyah, Allahumma ya wahidu ya ahad.

B. Pengertian Tasawuf
Belum ada suatu kesepakatan dari para Sufi tentang pengertian dari tasawuf. Hal ini disebabkan karena para sufi mengemukakan pengertian mereka sesuai pengalaman mereka masing-masing.
Tasawuf menurut al-Junaid al-Bagdadi adalah keberadaan bersama Allah SWT tanpa adanya penghubung. Sedangkan arti tasawuf menurut Abu Muhammad Ruwaim bin Ahmad adalah kemerdekaan jiwa bersama Allah SWT atas apa yang dikehendaki-Nya.
Ma’ruf al-Karkhi menyebut tasawuf sebagai ketidakpedulian terhadap kenyataan dan mengabaikan apa yang ada ditangan makhluk.

Dari beberapa pengertian tasawuf diatas, Zakaria al-Anshari meringkas tasawuf sebagai cara menyucikan diri, meningkatkan ahklak dan membangun kehidupan jasmani dan rohani untuk mencapai kebahagiaan abadi.

C. Organisasi Shalawat Wahidiyah
Sejak awal tahun 1964 Shalawat Wahidiyah terus disebarkan oleh pengikut-pengikutnya, tidak hanya terbatas dikalangan santri pesantren kedunglo saja melainkan juga masyarakat luas yang jumlahnya puluhan ribu orang.
Organisasi Shalawat Wahidiyah adalah organisasi keagamaan yang non-politik serta bersifat independen. DPP PSW (Dewan Pimpinan Pusat Penyiar Shalawat Wahidiyah) periode 2006-2011 berpusat di Pesantren At-Tahdzib Rejoagung, Ngoro, Jombang.

D. Aplikasi Shalawat Wahidiyah
Yang dimaksud dengan ajaran Wahidiyah adalah bimbingan praktis lahiriyah dan bathiniyah, berpedoman kepada al-quran dan al-Hadis dalam melaksanakan tuntunan Rosululloh. Meliputi bidang iman, islam, dan ihsan. Mencakup segi syariat, segi haqiqah, dan segi ahklak. Disamping mengamalkan Shalawat Wahidiyah ini, supaya melatih hati dengan menerapkan Ajaran Wahidiyah yaitu: “ lillah billah” dan “lirrosul birrosul” serta berusaha melaksanakan “yukti kulla dzi haqqin haqqoh” dengan prinsip “taqdimul aham fal aham tsummal anfa’ fal anfa’.
Shalawat Wahidiyah ini diamalkan 40 hari berturut-turut. Setiap hari sedikitnya menurut bilangan yang telah ditentukan dalam sekali duduk. Boleh juga selama 7 hari berturut-turut, namun bilangannya dilipatkan 10 kali.
Setelah selesai mengamalkan 40 hari atau 7 hari berturut-turut, maka pengamalan supaya diteruskan. Bilangannya bias dikurangi sebagian atau seluruhnya, namun lebih banyak lebih baik. Bagi wanita yang sedang udzur cukup membaca shalawatnya saja tanpa membaca fatihah. Adapun fafirru ilalloh dan waqul…..boleh dibaca dengan berniat membaca doa.
Bagi yang belum bias membaca Shalawat Wahidiyah ini seluruhnya , boleh membaca bagian mana yang sudah bias saja, atau membaca yaa sayyidi yaa rosuulalloh selama kurang lebih 30 menit.

E. Realitas di Lapangan
Sebagaimana ajaran Wahidiyah yang telah disebutkan diatas, para pengamal Shalawat Wahidiyah dituntut untuk mengikuti keweajiban Nabi, tidak melaksanakan larangan Beliau, mengikuti akhlak lahiriyah Nabi, dan mengikuti akhlak batiniah Beliau.
Dengan mengamalkan Shalawat Wahidiyah ini diharapkan para pengamalnya dapat mengabdikan diri (beribadah) kepada Allah dengan ihlas, serta memuliakan dan mencintai Nabi SAW.
Setelah mengamalkan Shalawat Wahidiyah para pengamalnya merasakan ada semacam gertaran –getaran yang sangat dahsyat rasa cinta kepada Rosulullah serta I’timad terhadap gurunya.